Setiap pengadilan di Indonesia memiliki ciri khas sendiri. Bukan hanya itu saja, terdapat juga prinsip atau asas. Salah satunya adalah asas dalam PTUN (Peradilan Tata Usaha Negara).
Artikel ini ditulis berdasarkan pengalaman saya yang sering bersengketa di pengadilan. Pada akhirnya, saya mengetahui beberapa asas yang sering diterapkan hakim Pengadilan TUN dalam proses persidangan.
Baiklah, agar tidak berlama-lama, sebaiknya terlebih dahulu memahami asas hukum.
Daftar Isi
Apa itu Asas Hukum?
Asas hukum menurut Satjipto Rahardjo sebagaimana saya kutip dari Jurnalhukum.com, adalah unsur yang penting dan pokok dari peraturan hukum. Asas hukum merupakan jantung dari peraturan hukum karena asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya peraturan hukum. Asas hukum menjadi jembatan antara peraturan-peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya. Melalui asas hukum peraturan-peraturan berubah sifatnya menjadi bagian dari suatu tatanan etis.
Kita sudah mengetahui definisi asas hukum menurut Satjipto Rahardjo di atas. Namun, apa saja asas dalam PTUN yang paling dikenal?
Setidaknya menurut saya, ada 12 asas yang paling dikenal publik karena sering digunakan hakim pengadilan TUN dalam menyelesaikan sengketa. Apa saja 12 sengketa dimaksud? Berikut penjabarannya.
12 Asas dalam PTUN yang Paling Dikenal
- Asas Praduga Rechmatig
- Asas Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka dan Bebas
- Asas Hakim Aktif
- Asas Kesatuan Beracara
- Asas Sidang Terbuka untuk Umum
- Asas Peradilan Dilakukan dengan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan
- Asas Pembuktian Bebas
- Asas Audi et Alteram Partem
- Asas Objektivitas
- Asas Peradilan Berjenjang
- Asas Erga Omnes
- Asas Ultimatum Remedium
Mari kita bahas satu-persatu dari 12 asas PTUN yang paling dikenal.
Asas Praduga Rechmatig
Asas dalam PTUN yang pertama adalah asas praduga rechmatig. Apa yang dimaksud asas praduga rechmatig ini? Asas ini menurut saya, sebenarnya bersentuhan langsung dengan asas presumptio iustae causa—yaitu setiap keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan harus dianggap benar menurut hukum.
Asas praduga rechmatig ini mengatakan bahwa setiap tindakan badan pemerintahan harus dianggap benar dan sah hingga ada pembatalannya. Mengenai hal tersebut, dapat kita lihat melalui ketentuan Pasal 67 ayat (1) dan ayat (4) huruf a UU PTUN.
Asas Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka dan Bebas
Semua pengadilan menganut asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang bebas dan merdeka. Artinya, merdeka dan bebas dari segala macam campur tangan kekuasaan. Di samping itu, bebas dari segala bentuk tekanan baik fisik maupun psikis. Hal ini dimaksudkan agar tidak mempengaruhi kemandirian dalam memutus suatu sengketa.
Jadi, bukan hanya asas dalam PTUN, tetapi pengadilan lain juga menerapkannya.
Asas Hakim Aktif
Asas dalam PTUN, yang menjadi pegangan hakim adalah asas hakim aktif atau asas keaktifan hakim.
Berbeda dengan hukum acara perdata—yang hakimnya bersifat pasif. Hakim PTUN menganut asas aktif. Artinya, selama proses persidangan, mulai dari pemeriksaan persiapan sampai dengan berakhirnya sengketa, hakim harus aktif. Dengan kata lain, hakim PTUN diberikan kewenangan yang cukup luas untuk mencari kebenaran materiil.
Kewenangan yang sangat luas tersebut dapat kita lihat melalui Undang-Undang Peratun, sebagai berikut:
Pasal 63 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU Peratun) menyebutkan: Dalam pemeriksaan persiapan Hakim:
- wajib memberi nasihat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu tiga puluh hari;
- dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan.
Penerapan asas keaktifan hakim ini juga dapat kita jumpai dalam Pasal 80:
“Demi kelancaran pemeriksaan sengketa, Hakim Ketua Sidang berhak di dalam sidang memberikan petunjuk kepada para pihak yang bersengketa mengenai upaya hukum dan alat bukti yang dapat digunakan oleh mereka dalam sengketa.”
Pasal 85 ayat (1) UU Peratun menentukan:
“Untuk kepentingan pemeriksaan dan apabila Hakim Ketua Sidang memandang perlu ia dapat memerintahkan pemeriksaan terhadap surat yang dipegang oleh Pejabat Tata Usaha Negara, atau pejabat lain yang menyimpan surat, atau meminta penjelasan dan keterangan tentang sesuatu yang bersangkutan dengan sengketa“.
Di samping itu, terdapat pula Pasal103 ayat (1) UU Peratun yang menentukan:
“Atas permintaan kedua belah pihak atau salah satu pihak atau karena jabatannya Hakim Ketua Sidang dapat menunjuk seseorang atau beberapa orang ahli”.
Kewenangan lain adalah hakim dapat menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan Hakim[1].
Asas Kesatuan Beracara
Apa yang dimaksud asas kesatuan beracara? Yang dimaksud asas ini adalah kesatuan beracara dalam perkara sejenis. Kesatuan beracara baik dalam pemeriksaan di tingkat judex facti, maupun kasasi dengan MA sebagai puncaknya.
Secara sederhana, hanya satu panduan beracara, tidak boleh dua—yang mengakibatkan simpang siur penerapan hukum.
Asas Sidang Terbuka untuk Umum
Setiap pengadilan menerapkan asas sidang terbuka untuk umum. Demikian juga asas dalam PTUN yang menerapkan sidang terbuka untuk umum.
Pengaturan mengenai sidang terbuka untuk umum diatur melalui Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman:
“Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain”
Substansi yang sama juga diatur melalui Pasal 70 UU Peratun yang menentukan:
“Untuk keperluan pemeriksaan, Hakim Ketua Sidang membuka sidang dan menyatakannya terbuka untuk umum”.
Apabila asas sidang terbuka untuk umum ini tidak dilaksanakan oleh hakim yang bersangkutan, maka putusan batal demi hukum. Tentu saja di luar dari perkara yang menurut ketentuan perundangan harus dilakukan tertutup untuk umum.
Asas Peradilan Dilakukan dengan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan
Sepengetahuan saya, semua pengadilan menerapkan asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan ini. Demikian juga dalam PTUN.
Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.[2] Yang dimaksud dengan “sederhana” adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara efisien dan efektif. Sementara maksud dari “biaya ringan” yaitu biaya perkara yang dapat dijangkau oleh masyarakat.[3]
Asas Pembuktian Bebas
Asas dalam PTUN lainnya adalah asas pembuktian bebas? Apa yang dimaksud asas ini? Secara sederhana hakim tidak terikat pada bukti-bukti dari para pihak yang bersengketa. Dengan kata lain, hakim bebas menentukan bukti apa saja yang relevan dalam sengketa yang diperiksanya.
Dalam ketentuan Pasal 107 UU Peratun menentukan:
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan Hakim”.
Mengapa asas pembuktian bebas ini dianut dalam peradilan tata usaha negara? Karena dalam pemeriksaan sengketa TUN itu mencari kebenaran materiil. Bukan kebenaran formil, sehingga mempergunakan asas pembuktian bebas guna mendapatkan kebenaran materiil tadi.
Asas Audi et Alteram Partem
Salah satu Asas dalam PTUN yang tidak boleh dilanggar oleh hakim adalah asas audi et alteram partem. Apa yang dimaksud asas audi et alteram partem? Adalah asas yang kedudukan para pihak yang bersengketa sama. Artinya, hakim harus mendengar para pihak yang bersengketa di pengadilan.
Dengan kata lain, hakim dituntut menerapkan asas keseimbangan hak atau persamaan kesempatan kepada para pihak yang bersengketa.
Mengutip Wikipedia, Audi et alteram partem, adalah sebuah kalimat dalam bahasa latin, artinya adalah: “Dengarkan sisi lain.” Kalimat ini merupakan sebuah ungkapan dalam bidang hukum demi menjaga keadilan.
Agar sebuah persidangan berjalan seimbang maka dikenal adanya asas Audi et Alteram Partem yang artinya “Mendengarkan dua belah pihak” atau mendengarkan juga pendapat atau argumentasi pihak yang lainnya sebelum menjatuhkan suatu keputusan agar peradilan dapat berjalan seimbang.
Asas Objektivitas
Asas objektivitas juga dianut dalam Peratun. Apa yang dimaksud asas objektivitas? Untuk memahami maksud dari asas objektivitas, kita bisa mengacu pada ketentuan Pasal 78 UU Peratun. Untuk meringkas, saya kutip sebagai berikut:
Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah, atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan salah seorang Hakim Anggota atau Panitera atau dengan tergugat, penggugat atau penasihat hukum yang berhubungan langsung dengan sengketa. Hal ini dilakukan agar tercapainya putusan yang adil dan objektif.
Asas Peradilan Berjenjang
Salah satu asas dalam PTUN adalah asas peradilan berjenjang. Pengertian asas ini adalah jenjang peradilan dari tingkat pertama disebut Pengadilan Tata Usaha Negara. Tingkat kedua atau tingkat banding disebut sebagai Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Puncaknya adalah tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Bahkan hingga tingkat peninjauan kembali (PK).
Asas peradilan berjenjang ini dimaksudkan agar ada pengadilan yang mengoreksi putusan. Pengoreksian ini dilakukan oleh pengadilan yang lebih tinggi terhadap pengadilan yang lebih rendah. Misalnya Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara mengoreksi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara.
Asas Erga Omnes
Dalam artikel mempertanyakan kekuatan eksekutorial putusan PTUN , saya telah menyinggung erga omnes. Saya kembali mengutip bahwa, secara sederhana, erga omnes adalah putusan PTUN mengikat secara publik, tidak hanya mengikat para pihak yang bersengketa saja.
Asas dalam PTUN berupa asas erga omnes ini sangat dikenal khalayak ramai, karena sering terdengar.
Asas Ultimatum Remedium
Asas dalam PTUN yang terakhir dalam artikel ini adalah asas ultimatum remedium. Apa yang dimaksud ultimatum remedium?
Mengutip dari laman Universitas Indonesia, ultimum remedium merupakan salah satu asas yang terdapat dalam hukum pidana Indonesia. Ultimum remedium merupakan salah satu asas yang terdapat di dalam hukum pidana Indonesia yang mengatakan bahwa hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum.
Definisi di atas adalah dalam hukum pidana. Namun, hampir sama dalam Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu pengadilan sebagai upaya terakhir untuk mendapatkan keadilan.
Artinya, sebelum sengketa diajukan ke pengadilan, ada yang disebut upaya administratif.
Upaya administratif adalah prosedur yang dapat ditempuh seorang atau badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Prosedur tersebut dilaksanakan di lingkungan pemerintahan sendiri dan terdiri atas dua bentuk. Dalam hal penyelesaiannya itu harus dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang
mengeluarkan keputusan yang bersangkutan, maka prosedur tersebut dinamakan “banding administratif.[4]
Penutup
Sebagai penutup, saya menyimpulkan setidaknya ada 12 asas dalam PTUN yang paling dikenal. Pertama, asas praduga rechmatig. Kedua, asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas. Ketiga, asas hakim aktif.
Keempat, asas kesatuan beracara. Kelima, asas sidang terbuka untuk umum. Keenam, asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Ketujuh, asas pembuktian bebas. Kedelapan, asas audi et alteram partem.
Kesembilan, asas objektivitas. Kesepuluh, asas peradilan berjenjang. Kesebelas, asas erga omnes. Keduabelas, asas ultimatum remedium.
Demikian. Semoga bermanfaat.
[1] Lihat Pasal 107 UU Peratun.
[2] Lihat Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
[3] Lihat Penjelasan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
[4] Lihat Penjelasan Pasal 48 UU Peratun.