Beberapa putusan pengadilan pidana belakangan ini viral di media sosial. Bagaimana tidak, beberapa media menuliskan headline hukuman ringan karena ada alasan meringankan berupa sopan atau masih muda. Kasus hukum tersebut sebut saja Rachel Vennya. Dan yang terbaru adalah tuntutan Gaga Muhammad.
Dari headline di media nasional tersebut, mengakibatkan banyak masyarakat yang “terprovokasi”. Memancing komentar. Beberapa komentar mengatakan alasan tersebut sangat tidak masuk di akal. Seperti yang dikutip CNNIndonesia. Komentar ini terkait dengan vonis hakim karena dinilai bersikap sopan dan tidak berbelit-belit selama persidangan.
Pertanyaannya kemudian, apakah dimungkinkan alasan meringankan dan memberatkan dalam putusan pengadilan?
Daftar Isi
13 Alasan Meringankan dalam Putusan Pidana
- Bersikap Sopan Selama Persidangan.
- Mengakui dan Menyesali Perbuatannya.
- Berjanji tidak Akan Mengulangi Lagi Perbuatannya.
- Belum Menikmati Hasil Perbuatannya.
- Mengembalikan Barang Hasil Curiannya.
- Terdakwa Mencuri Karena Himpitan Ekonomi.
- Nilai Objek yang Dicuri tidak Terlalu Tinggi.
- Terdakwa Belum Pernah Dihukum.
- Terdakwa Tulang Punggung Keluarga.
- Antara Terdakwa dengan Korban Sudah Saling Memaafkan.
- Terdakwa Masih Muda.
- Terdakwa Sudah Berusia Lanjut.
- Pernah Berjasa.
12 Alasan Memberatkan dalam Putusan Pidana
- Terdakwa tidak Sopan.
- Terdakwa tidak Mengakui Kesalahan.
- Terdakwa Telah Membuat Korban Meninggal Dunia.
- Perbuatan Terdakwa Telah Mengakibatkan Orang Lain Luka Berat.
- Perbuatan Terdakwa Telah Meresahkan Masyarakat.
- Terdakwa Telah Sering Melakukan Pencurian.
- Perbuatan Terdakwa tidak Mendukung Program Pemerintah.
- Perbuatan Terdakwa Merugikan Keuangan Negara.
- Perbuatan Terdakwa dapat Merusak Lingkungan Hutan.
- Dilakukan Kepada Orang Terdekat.
- Perbuatan Terdakwa Telah Mencederai Lembaga.
- Pernah Melakukan Tindak Pidana Serupa (Residivis).
Melalui artikel ini, akan membahas tentang alasan meringankan dan memberatkan dalam putusan pidana. Sebenarnya dalam KUHAP disebut sebagai keadaan meringankan dan memberatkan. Namun saya menggunakan istilah alasan meringankan dan memberatkan. Alasan dimaksud, sebenarnya, juga digunakan mulai dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), pembelaan (Pleidoi) Penasihat Hukum, hingga pertimbangan dalam putusan pengadilan.
Apa itu Putusan Pengadilan?
Sebelum membahas putusan pengadilan, terlebih dahulu mengetahui apa itu putusan.
Putusan adalah hasil atau kesimpulan terakhir dari suatu pemeriksaan perkara. Hasil atau kesimpulan suatu pemeriksaan perkara didasarkan pada pertimbangan yang menetapkan apa yang sesuai dengan hukum[1].
Putusan akhir (lind vonnis) adalah Putusan yang sifatnya mengakhiri suatu sengketa dalam tingkat Peradilan tertentu. Misalnya putusan akhir pada pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, dan Mahkamah Agung.
Putusan pengadilan dimaksud dalam artikel ini adalah putusan pengadilan pidana. Sebagai acuannya adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dan segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini[2].”
Apa itu Alasan Meringankan dan Memberatkan?
Sebenarnya apa sih alasan meringankan dan memberatkan dalam perkara pidana itu? Apakah Hakim sesuka hati menguraikan alasan meringankan dan memberatkan, sehingga begitu mudahnya menjatuhkan vonis yang ringan?
Menjawab pertanyaan di atas, tentu saja kita berpijak pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di samping itu, terdapat juga yurisprudensi Mahkamah Agung terkait dengan alasan meringankan dan memberatkan dalam suatu putusan.
Sependek pengetahuan saya, tidak terdapat ketentuan apa itu alasan meringankan dan memberatkan. Namun, kita dapat berpikir secara sederhana saja.
Alasan meringankan merupakan alasan yang diambil dari fakta persidangan sehingga dapat dijadikan dasar untuk memperingan hukuman pidana.
Demikian juga alasan memberatkan, yaitu fakta yang terungkap di persidangan, kemudian dijadikan dasar untuk memperberat hukuman pidana.
Mengutip Dwi Ananta, “…. keadaan yang memberatkan dan yang meringankan” adalah sifat, perihal, suasana, atau situasi yang berlaku yang berkaitan dengan tindak pidana, di luar dari tindak pidananya itu sendiri, yang menggambarkan tingkat keseriusan tindak pidananya atau tingkat bahayanya si pelaku, yang mempengaruhi ukuran berat-ringannya pidana yang akan dijatuhkan[3].
Dasar Hukum Pencantuman Alasan Meringankan dan Memberatkan
Perlu dipahami bersama bahwa setiap putusan pidana harus mencantumkan alasan meringankan dan memberatkan bagi terdakwa. Hal ini secara tegas diatur dalam ketentuan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman:
“Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa”.
Untuk itu, dalam menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan, hakim wajib memperhatikan sifat baik atau sifat jahat dari terdakwa sehingga putusan yang dijatuhkan sesuai dan adil dengan kesalahan yang dilakukannya[4].
Di samping ketentuan di atas, dasar hukum lain terdapat dalam Pasal 197 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa, surat putusan pemidanaan harus memuat:
- kepala putusan yang dituliskan berbunyi : “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;
- nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa;
- dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;
- pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa,
- tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;
- pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa;
- hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal;
- pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;
- ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;
- keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana Ietaknya kepalsuan itu kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;
- perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan;
- hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera;
Apabila dalam putusan tidak mencantumkan keadaan atau alasan meringankan dan memberatkan terdakwa, maka mengakibatkan putusan batal demi hukum.
Ketentuan di atas secara spesifik harus mencantumkan keadaan atau alasan meringankan dan memberatkan. Kata “keadaan” ini jika ditinjau dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah:
- sifat; perihal (suatu benda): ~ penyakitnya makin gawat
- suasana; situasi yang sedang berlaku: pasukan keamanan dapat menguasai ~ dapat menekan segala yang menimbulkan kerusuhan dan sebagainya
Hal Apa Saja Alasan Meringankan dan Memberatkan dalam Putusan?
Setelah saya menelusuri, tidak ada ketentuan yang mengatur apa saja alasan meringankan dan memberatkan yang harus dimuat dalam putusan. Artinya, alasan meringankan dan memberatkan cukup luas dan kasuistik. Untuk itu, kita dapat menggalinya melalui putusan-putusan pengadilan.
Namun memang, hal-hal yang meringankan ini sangat subjektif. Semua bergantung pada Hakim yang memeriksa dan memutus sang terdakwa. Dalam kasus mantan Mensos, misalnya, hal-hal yang meringankan salah satunya adalah terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat meskipun belum diputus pengadilan dengan kekuatan hukum tetap. Alasan tersebut tidak cukup familier di telinga kita.
Sebagaimana telah disebutkan di atas ada beberapa alasan meringankan dan memberatkan sebagai pertimbangan ringan dan beratnya hukuman. Untuk itu, saya mengurai alasan meringankan terlebih dahulu.
Alasan Meringankan
Saya mencoba menelusuri berbagai putusan pengadilan pidana. Penelusuran ini dilakukan untuk mencari tahu alasan meringankan dan memberatkan terdakwa. Tentu saja, putusan-putusan yang didapatkan bervariasi—misalnya pidana korupsi, pencurian, pembunuhan, dan sebagainya.
Dari hasil penelusuran tersebut, saya mendapatkan setidaknya 13 keadaan yang meringankan terdakwa. Pertimbangan ini tentu saja dilakukan secara kasuistik. Bergantung tindak pidana apa yang dilakukan terdakwa, serta fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Alasan meringankan antara lain:
1. Bersikap Sopan Selama Persidangan
Terdakwa bersikap sopan selama jalannya persidangan menjadi salah satu pertimbangan hakim dalam memutus. Hal ini dijadikan pertimbangan apabila terdakwa benar bersikap sopan. Alasan meringankan jenis ini adalah paling umum yang kita jumpai dalam putusan pidana.
Menurut Guru Besar Hukum Pidana dan pengajar Program Pascasarjana Bidang Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Indriyanto Seno Adji sebagaimana dikutip dari Kompas.com mengatakan:
“ …bersikap baik dan sopan selama persidangan memang bisa memengaruhi putusan vonis. Dalam perspektif justitia court, keadaan (seperti) sikap sopan, jujur dan lain-lain di hadapan sidang, itu menjadi pertimbangan yang dapat memengaruhi hakim untuk menentukan pemberatan atau peringanan hukuman yang memang menjadi otoritas kebijakan bebas hakim… “
2. Mengakui dan Menyesali Perbuatannya
Sepanjang saya menangani kasus pidana, keadaan yang meringankan jenis ini menjadi pertimbangan hakim. Jika terdakwa mengakui kesalahannya, artinya dia tidak mempersulit jalannya persidangan. Di samping itu, apabila terdakwa menyesali perbuatannya, maka hakim akan mempertimbangkan untuk meringankan hukuman.
3. Berjanji tidak Akan Mengulangi Lagi Perbuatannya
Di samping mengakui dan menyesali perbuatannya, yang menjadi pertimbangan hakim adalah terdakwa berjanji tidak akan mengulangi perbuatan. Perbuatan dimaksud adalah dugaan pidana yang didakwakan kepadanya.
4. Belum Menikmati Hasil Perbuatannya
Keadaan yang meringankan lainnya adalah terdakwa belum menikmati hasil perbuatannya. Biasanya, ini menyangkut kasus pencurian.
5. Mengembalikan Barang Hasil Curiannya
Poin ini menyambung poin 4, yaitu terdakwa mengembalikan barang hasil curiannya. Tentu saja ini menyangkut pidana pencurian. Meskipun barang curian tersebut dikembalikan kepada korban, akan tetapi tidak menghapus pidananya. Namun demikian, dengan mengembalikan menjadi aspek meringankan di sisi hakim.
6. Terdakwa Mencuri Karena Himpitan Ekonomi
Alasan meringankan lainnya, khususnya terkait dengan tindak pidana pencurian adalah karena terdesak dengan keadaan ekonomi. Tentu saja alasan meringankan poin ini kasuistik. Artinya bergantung pada fakta yang terungkap di persidangan.
7. Nilai Objek yang Dicuri tidak Terlalu Tinggi
Hakim biasanya mempertimbangkan sebagai alasan meringankan hukuman apabila nilai objek atau harga benda yang menjadi objek pencurian tidak terlalu tinggi. Misalnya, terdakwa tersebut mencuri tas yang harganya berkisar 5 juta rupiah.
8. Terdakwa Belum Pernah Dihukum
Fakta hukum yang biasanya digali Hakim adalah terdakwa belum pernah dihukum berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Apabila terbukti terdakwa tersebut belum pernah dihukum, maka poin ini akan menjadi pertimbangan hakim untuk meringankan hukuman terdakwa.
9. Terdakwa Tulang Punggung Keluarga
Di samping belum pernah dihukum, keadaan keluarga bisa jadi alasan meringankan. Misalnya, terdakwa merupakan tulang punggung keluarga dan mempunyai tanggungan keluarga terhadap istri dan anak.
10. Antara Terdakwa dengan Korban Sudah Saling Memaafkan
Perlu dipahami bahwa, meskipun antara terdakwa dengan korban sudah saling memaafkan, namun bukan berarti menghapuskan unsur pidana. Akan tetapi, hal ini menjadi pertimbangan hakim untuk meringankan hukuman pidananya.
11. Terdakwa Masih Muda
Alasan meringankan berupa terdakwa masih muda tentu saja bersifat kasuistik. Apabila terdakwa tersebut benar masih muda, maka ini menjadi satu pertimbangan hakim. Mengapa demikian? Karena masih punya kesempatan untuk memperbaiki diri di kemudian hari.
12. Terdakwa Sudah Berusia Lanjut
Selain karena masih muda, alasan lain adalah karena terdakwa sudah berusia lanjut. Namun tentu saja, ini juga bersifat kasuistik. Tergantung tindak pidana apa yang dilakukannya. Kenyataannya, usia lanjut menjadi satu pertimbangan dalam menentukan berat ringannya hukuman.
13. Pernah Berjasa
Pertimbangan hukum dengan alasan meringankan pernah berjasa dalam pengabdian kepada Negara ini biasanya menyangkut tindak pidana korupsi yang dilakukan pejabat negara atau Aparatur Sipil Negara (ASN).
Beberapa putusan pengadilan menjadikan keadaan meringankan “pernah berjasa kepada negara” sebagai alasan meringankan.
Alasan Memberatkan
Di samping alasan meringankan di atas, beberapa putusan terdapat pertimbangan yang memasukkan unsur tindak pidana ke dalam pertimbangan keadaan memberatkan, misalnya:
1. Terdakwa tidak Sopan
Berbeda dengan terdakwa berlaku sopan, terdakwa berlaku tidak sopan di dalam persidangan menjadi satu alasan memberatkan hukuman.
2. Terdakwa tidak Mengakui
Sikap berbelit-belit atau tidak mengakui perbuatan pidana, padahal sangat jelas dan terang terdakwa melakukannya, menjadi satu alasan memberatkan hukuman. Dengan tidak mengakui kesalahan, dipandang tidak kooperatif. Hal ini mempersulit jalannya persidangan.
3. Terdakwa Telah Membuat Korban Meninggal Dunia
Keadaan yang memberatkan terdakwa adalah ketika perbuatannya mengakibatkan korban meninggal dunia. Ini biasanya kasus pembunuhan. Atau kecelakaan lalu lintas. Atau kasus pidana lain yang mengakibatkan korban meninggal.
4. Perbuatan Terdakwa Telah Mengakibatkan Orang Lain Luka Berat
Meskipun korban tidak meninggal dunia, namun perbuatan terdakwa mengakibatkan korban luka berat, maka bisa jadi memperberat hukuman. Misalnya, korban mengalami sabetan pada salah satu bagian tubuhnya. Atau korban cacat.
5. Perbuatan Terdakwa Telah Meresahkan Masyarakat
Keadaan yang memberatkan lainnya adalah perbuatan yang dilakukan membuat resah masyarakat. Kasus ini biasanya kasus pembegalan atau pencurian.
6. Terdakwa Telah Sering Melakukan Pencurian
Meskipun perbuatan terdakwa terdahulu tidak disidangkan, akan tetapi didasarkan pada fakta persidangan, ternyata terdakwa telah berulang kali melakukan pencurian. Ketika terbukti terlalu sering melakukan pencurian, sehingga meresahkan masyarakat, maka hal ini menjadi alasan memperberat hukuman.
7. Perbuatan Terdakwa tidak Mendukung Program Pemerintah
Alasan memberatkan berupa perbuatan tersebut tidak mendukung program pemerintah, paling umum dijadikan pertimbangan. Kasus ini biasanya menyangkut kasus narkotika dan tindak pidana korupsi. Seperti yang kita tahu, beberapa program pemerintah yaitu memberantas peredaran narkotika dan menghilangkan korupsi.
8. Perbuatan Terdakwa Merugikan Keuangan Negara
Kasus korupsi bukan hanya dilakukan pejabat negara atau pegawai negeri saja. Akan tetapi juga dilakukan pihak swasta. Sehingga, apabila tindakan terbukti, maka keadaan memberatkan berupa merugikan keuangan negara menjadi pertimbangan hakim.
9. Perbuatan Terdakwa dapat Merusak Lingkungan Hutan
Beberapa putusan pengadilan yang saya dapatkan, mencantumkan alasan pemberat karena perbuatan terdakwa dapat merusak lingkungan hutan. Kasus ini tentu saja terkait dengan tindak pidana kehutanan.
10. Dilakukan Kepada Orang Terdekat
Alasan memberatkan suatu hukuman salah satunya perbuatan terdakwa dilakukan kepada orang terdekat. Biasanya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) atau pencabulan terhadap keluarga.
11. Perbuatan Terdakwa Telah Mencederai Lembaga
Terdapat putusan penting Mahkamah Agung, yang salah satu alasan memberatkan adalah perbuatan terdakwa telah mencederai lembaga. Kasus ini menyangkut pejabat negara, hakim, ASN yang tersangkut korupsi.
12. Pernah Melakukan Tindak Pidana Serupa (Residivis)
Pengertian residivis merujuk kepada kambuhnya perilaku kriminal seseorang. Artinya, perilaku kriminal itu diulang untuk kedua kalinya, atau bahkan dilakukan secara berulang. Hal itu meliputi berbagai akibat, seperti penghukuman kembali, penangkapan kembali, pemenjaraan kembali.
Apabila ternyata di dalam persidangan terdakwa terbukti residivis, maka menjadi pertimbangan memberatkan hukuman.
Penutup
Dari uraian di atas, diharapkan dapat mengetahui serta memahami bahwa dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.
Artinya, putusan pengadilan yang menjadi perbincangan publik belakangan ini, yang hanya fokus “sopan” sebagai keadaan yang meringankan adalah lumrah. Hakim harus mempertimbangkan hal itu, apabila fakta persidangan sang terdakwa bersikap sopan.
Alasan meringankan dan memberatkan di atas wajib termuat dalam putusan. Apabila tidak termuat, maka putusan batal demi hukum.
Sebagai masyarakat, kita juga tidak bisa hanya membaca apa yang disuguhkan media, tanpa membaca secara utuh putusan pengadilan.
Demikian. Semoga bermanfaat.
[1] Marwan & Jimmy, Kamus Hukum, Reality Publisher, Cetakan I, Surabaya: 2009., hlm., 517.
[2] Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
[3] Dwi Hananta, Pertimbangan Keadaan-keadaan Meringankan dan Memberatkan dalam Penjatuhan Pidana, Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 7, Nomor 1 Maret 2018: 87-108., hlm. 91.
[4] Lihat Penjelasan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.