Lompat ke konten

Apakah Asas Pacta Sunt Servanda Dapat Disimpangi? Segera Tahu Jawabannya!

Bacaan 3 menit
apakah asas pacta sunt servanda dapat disimpangi
Ilustrasi. Foto oleh cottonbro dari Pexels

Dalam membuat suatu perjanjian atau perikatan terhadap subjek hukum tertentu, tidak jarang mendengar asas pacta sunt servanda. Bagi kalangan praktisi atau akademisi hukum , asas tersebut sudah lumrah di telinga mereka.

Namun demikian, apakah asas pacta sunt servanda dapat disimpangi, meskipun telah ada perjanjian yang mengikat pada dua atau lebih pihak yang membuatnya?

Asas pacta sunt servanda ini pada pokoknya adalah perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.

Artikel kali ini membahas khusus: apakah asas pacta sunt servanda dapat disimpangi? Apabila bisa, dalam keadaan seperti apa boleh diabaikan?

Tulisan ini mencoba mengaitkan dengan perjanjian tentang hak asuh anak, yang didasarkan pada putusan pengadilan .

Untuk itu, mari simak pembahasan-pembahasan selanjutnya!

Apa itu Asas?

Sebelum membahas secara keseluruhan asas pacta sust servanda, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), asas adalah:

  1. dasar (sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat): pada –nya, saya setuju dengan pendapat saudara
  2. dasar cita-cita (perkumpulan atau organisasi): sebelum memasuki suatu organisasi, kita harus tahu — dan tujuannya
  3. hukum dasar: tindakannya itu melanggar — kemanusiaan

Dengan demikian, asas adalah suatu pemikiran yang dirumuskan secara luas dan mendasari adanya suatu norma hukum[1].

Apa itu Asas Pacta Sust Servanda?

Menurut Wikipedia , pada dasarnya asas pacta sunt servanda ini menyatakan bahwa perjanjian mengikat pihak-pihak yang melakukan perjanjian, sehingga kewajiban-kewajiban yang ditetapkan oleh perjanjian ini harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Mengutip Abdul Rasyid dalam laman bussines law binus ,  asas pacta sunt servanda berasal dari bahasa latin yang berarti ‘janji harus ditepati’ (agreements must be kept). Sehingga, dalam hukum positif rumusan normanya menjadi: setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang dibuatnya.

Pengaturan Asas Pacta Sunt Servanda

Dalam hukum positif di Indonesia, asas pacta sunt servanda ini sebenarnya terdapat dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Ketentuan tersebut berbunyi:

  1. Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya;
  2. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.

Dari hal tersebut, dapat dipahami bahwa setiap pihak-pihak yang membuat perjanjian wajib menaatinya.

Namun demikian, perjanjian yang dibuat oleh para pihak haruslah memenuhi syarat sahnya perjanjian  sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 1320 KUH Perdata, antara lain: kesepakatan para pihak, cakap menurut hukum, terdapat objek dalam perjanjian, adanya sebab yang halal.

Asas Pacta Sunt Servanda Dapat Disimpangi

Meskipun terdapat ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Namun, apakah asas pacta sunt servanda dapat disimpangi? Apakah mutlak asas tersebut berlaku?

Artikel ini menyajikan tentang pengabaian terhadap asas pacta sunt servanda terkait dengan hak pengasuhan anak di bawah umur. Artinya, artikel ini membatasi dengan keadaan-keadaan tertentu untuk dapat menyatakan bahwa asas pacta sunt servanda dapat disimpangi.

Agar dapat memberikan gambaran yang lebih dalam, di bawah ini terdapat putusan pengadilan yang mengenyampingkan asas pacta sunt servanda.

Putusan Pengadilan Nomor 2021 K/Pdt/2020

Menurut Putusan Mahkamah Agung Nomor 2021 K/Pdt/2020, tanggal 9 September 2020, ada keadaan-keadaan tertentu asas pacta sunt servanda tidak berlaku. Dalam putusan ini, MA memberikan pertimbangan hukum antara lain:

Bahwa terbukti Penggugat Rekonpensi dan anaknya CGY adalah WNI dan bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan RI (NKRI).”

Bahwa meskipun dalam perjanjian yang disepakati antara Penggugat dengan Tergugat hak asuh untuk anak diberikan kepada Penggugat 7 (tujuh) hari dan kepada Tergugat 7 (tujuh) hari. Akan tetapi, oleh karena Penggugat tinggal di Amerika Serikat dan Tergugat dan anaknya tinggal di Indonesia, maka apabila dikabulkannya mengenai hak asuh tersebut akan sangat sulit untuk dilaksanakan.”

Bahwa meskipun telah ada kesepakatan dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya, namun negara dan pemerintah RI wajib melindungi warga negaranya, sehingga untuk pengasuhan anak di bawah umur dipandang tepat dan adil berada di bawah pengasuhan Tergugat selaku ibunya.”

Mencermati putusan tersebut, asas pacta sunt servanda dapat disimpangi, dengan melihat keadaan tertentu sebagaimana di atas.

Penutup

Dari uraian di atas, meskipun perjanjian merupakan undang-undang bagi yang membuatnya, Pengadilan berpandangan bahwa untuk melindungi warga negara Indonesia, asas pacta sunt servanda dapat disimpangi.

Sebab, dalam konteks hak asuh anak di atas, akan merugikan WNI apabila perjanjian hak asuh anak tersebut tetap dipertahankan.

Demikian. Semoga bermanfaat.


[1] M. Marwan dan Jimmy P., Kamus Hukum, Penerbit Reality Publisher, Surabaya; 2009., hlm., 56.

Tinggalkan Balasan