Lompat ke konten

Pembayaran dengan Cek Kosong, Apakah Penipuan?

Bacaan 5 menit
pembayaran dengan cek kosong, apakah penipuan?
Ilustrasi. Sumber gambar Bank Indonesia.

Dalam kasus-kasus tertentu, misalnya utang piutang, adakalanya si peminjam melakukan pembayaran dalam bentuk cek. Cek itu kemudian dicairkan ke bank. Namun, bagaimana jika pembayaran dengan cek kosong atau cek tersebut kurang dari apa yang disebutkan dalam cek?

Dalam praktiknya, cek atau bilyet giro digunakan untuk membayar sesuatu atau memenuhi sebuah perjanjian. Namun, dalam beberapa kasus, cek atau bilyet giro yang digunakan ternyata tidak bisa dicairkan, karena tidak ada atau tidak cukup dananya.

Artikel kali ini membahas tentang pembayaran dengan cek kosong. Pembahasan ini dikaitkan dengan apakah ada unsur penipuan di dalamnya atau tidak.

Apa itu Cek?

Mengutip laman Bank Indonesia (BI), Cek adalah perintah tidak bersyarat dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk membayar suatu jumlah tertentu pada saat diunjukkan.

Dalam penggunaan Cek berlaku prinsip umum sebagai berikut:​

  1. Sebagai sarana perintah pembayaran tunai atau pemindahbukuan.
  2. Dapat dipindahtangankan.
  3. Diterbitkan dalam mata uang Rupiah

Dalam ketentuan Pasal 178 (2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), menyebutkan:

Cek adalah perintah tak bersyarat dari pemegang rekening (nasabah giro) kepada Bank, untuk membayarkan sejumlah uang tertentu.”

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan cek sebagaimana dimaksud dalam artikel ini adalah: cek2: perintah tertulis dari pemegang rekening kepada bank dan sebagainya yang ditunjuknya untuk membayar sejumlah uang: pembelian barang itu dibayar dengan –; selembar — bernilai Rp10.000.000,00 ditukar di bank.

Menurut Samiadji Soerjotjaroko, Cek adalah suatu surat yang memuat tanda tangan dari orang yang mengeluarkan cek tersebut (penarik) Pasal 178 No. 6 KUHD. Perkataan cek, yang harus dimuat dalam teks surat itu sendiri serta dinyatakan sebahasa dengan bahasa yang digunakan untuk membuat cek itu.”

Lucas memberikan pandangan, Cek adalah perintah pembayaran kepada bank dari orang yang membawanya atau orang yang namanya tersebut di atas cek sejumlah uang yang tertera di atasnya.”

Apa itu Cek Kosong?

Cek Kosong adalah Cek yang ditolak pembayaran atau pemindah-bukuannya oleh Bank Tertarik dengan alasan penolakan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia ini[1].

Alasan penolakan dimaksud dalam dilihat dalam ketentuan Pasal 11 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/43 /PBI/2016 yaitu:

Cek dan/atau Bilyet Giro yang ditolak pembayarannya oleh Bank Tertarik dengan alasan Dana tidak cukup, Rekening Giro telah ditutup, atau Rekening Khusus telah ditutup dikategorikan sebagai Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong”.

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/10/DASP, tanggal 8 Juni 2020, Perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong menyebutkan:

“Cek/Bilyet Giro Kosong adalah Cek/Bilyet Giro yang diunjukkan dan ditolak Tertarik dalam tenggang waktu adanya kewajiban penyediaan dana oleh Penarik karena saldo tidak cukup atau Rekening telah ditutup”.

KBBI mendefinisikan Cek Kosong adalah:

  1. cek yang tidak dapat diuangkan karena uang yang disimpan di bank yang dimaksudkan tidak tersedia
  2. cek bertanda tangan yang tidak berisi jumlah uang yang akan dibayarkan
  3. kebebasan penuh untuk bertindak

Sehingga dapat disimpulkan cek kosong adalah cek yang diajukan kepada bank, namun dana nasabah pada bank tidak mencukupi untuk membayar cek yang bersangkutan.

Perspektif Pidana dan Perdata Terhadap Pembayaran dengan Cek Kosong

Ada dua perdebatan terkait dengan pembayaran dengan cek kosong ini. Ada yang berpendapat bahwa hal demikian merupakan wan prestasi, sehingga menjadi ranah perdata.

Namun ada pula yang bersikap pembayaran dengan cek kosong merupakan delik penipuan. Apalagi dilakukan dengan cara-cara yang memenuhi unsur Pasal 378 KUHP.

Untuk itu, artikel ini juga mencoba melihat dari sisi perdata.

Perdata

Salah satu bentuk pelaksanaan kewajiban adalah dengan menerbitkan cek atau bilyet giro. Hal ini sangat lumrah dalam dunia transaksi untuk pemenuhan prestasi. Adakalanya, ketika penerbit menerbitkan cek kosong, maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai perbuatan ingkar janji (wanprestasi).

Penerbitan cek kosong tersebut juga dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum. Hal ini apabila memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata.

Pidana

Namun dalam berbagai kasus, pembayaran dengan cek kosong dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana penipuan. Bahwa penerbitan cek kosong dalam perspektif hukum pidana dapat dikatakan sebagai tindak pidana penipuan.

Tindak pidana penipuan terdapat dalam ketentuan Pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUH Pidana). Pasal 378 KUH Pidana memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

  1. Barang siapa.
  2. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
  3. Dengan penggunaan nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, rangkaian kebohongan.
  4. Menggerakkan atau membujuk orang lain untuk menyerahkan barang, memberi utang, atau menghapus piutang.

Pemberian  cek kosong itu dilakukan dalam keadaan sadar. Mengetahui dan memahami bahwa cek yang dikeluarkan tersebut saldo rekening giro miliknya tidak cukup atau kosong. Apabila dilakukan penerbit diikuti dengan niat serta kesengajaan, maka bukan tidak mungkin memenuhi unsur Pasal 378 KUHP.

Mengenai hal tersebut, terdapat Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 1601 K/Pid/1990, tanggal 26 Juli 1990. Yurisprudensi ini mengurai pada pokoknya:

… unsur pokok delik penipuan (Pasal 378 KUHP) adalah terletak pada cara atau upaya yang telah digunakan oleh si pelaku delik untuk menggerakkan orang lain agar menyerahkan suatu barang.”

Sikap Pengadilan Terhadap Pembayaran dengan Cek Kosong

Terhadap pembayaran dengan cek kosong dimaksud, beberapa putusan Mahkamah Agung menganggap hal demikian merupakan tindak pidana penipuan.

Menurut Pengadilan , pembayaran cek atau bilyet giro yang kosong atau tidak terdapat cukup dana, dikualifikasi sebagai penipuan. Beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung sebagai berikut:

Putusan Nomor 133 K/Kr/1973

Yurisprudensi pertama dalam dilihat pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 133 K/Kr/1973. Kaidah hukum dalam putusan ini adalah sebagai berikut:

“Seseorang yang menyerahkan cek, padahal ia mengetahui bahwa cek itu tidak ada dananya, perbuatannya merupakan tipu muslihat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP”.

Putusan Nomor 1036 K/Pid/1989

Pandangan di atas kemudian digunakan dalam putusan lain dalam perkara yang sama. Misalnya dalam Putusan Nomor 1036 K/Pid/1989, yang mengatakan bahwa:

“… karena sejak semula Terdakwa telah dengan sadar mengetahui bahwa cek-cek yang diberikan kepada saksi korban tidak ada dananya atau dikenal dengan cek kosong, tuduhan “penipuan” harus dianggap terbukti”.

Putusan Nomor 428 K/PID/2016

Putusan Nomor 428 K/PID/2016, tanggal 29 Juni 2016 adalah salah satu putusan yang mengikuti yurisprudensi di atas. Dalam pertimbangan hukumnya menyebutkan:

Dari sisa yang belum dibayar tersebut, Terdakwa telah menerbitkan 8 (delapan) lembar cek dan 6 (enam) bilyet giro untuk dibayarkan kepada korban, dengan janji pencairan mundur selama 2 (dua) Bulan. Akan tetapi, setelah cek dan bilyet giro tersebut dicairkan, ternyata kesemuanya kosong tidak ada dananya dan ditolak oleh bank[2]”.

Selanjutnya, pertimbangan hukum lain menyebutkan:

Bahwa oleh karena sejak semula Terdakwa mengetahui bahwa cek dan bilyet giro tersebut tidak ada dananya, dan Terdakwa tetap membayarkan kepada korban, maka terbuktilah Terdakwa telah melakukan penipuan, Lebih-lebih setelah cek dan bilyet giro tersebut tidak bisa dicairkan Terdakwa menghilang lebih dari 1 (satu) tahun tidak bisa ditemui oleh korban. Hal ini sebagai petunjuk Terdakwa memang ada kesengajaan untuk melakukan penipuan[3]”.

Penutup

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan, pembayaran dengan cek kosong termasuk tindak pidana penipuan.

Di samping melakukan upaya hukum perdata terhadap pembayaran dengan cek kosong. Juga dapat melakukan upaya hukum pidana apabila memenuhi unsur penipuan sebagaimana dimaksud pasal 278 KUHP.

Beberapa putusan pengadilan sebagaimana di atas menunjukkan bahwa dengan melakukan pembayaran dengan cek kosong atau kurang isinya, memenuhi unsur penipuan.

Demikian. Semoga bermanfaat.  


[1] Lihat Ketentuan Pasal 1 angka 27 Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/43 /PBI/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/29/PBI/2006 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong.

[2] Lihat Pertimbangan Hukum Putusan Nomor 428 K/PID/2016, tanggal 29 Juni 2016., hlm., 32.

[3] Lihat Pertimbangan Hukum Putusan Nomor 428 K/PID/2016, tanggal 29 Juni 2016., hlm., 33.

Tinggalkan Balasan