Last Updated: 19 Mar 2022, 07:29 pm
Pernahkah bertanya tentang apakah ada perlindungan hukum konsumen e-commerce atau jual beli online? Banyak orang ketakutan ketika bertransaksi melalui daring, sehingga terkadang tidak mau mengikuti prosedur demi mengamankan kepentingannya sendiri.
Salah satu bentuk keegoisan tersebut terlihat pada fenomena COD yang cukup marak, yaitu fenomena penerima paket marah-marah ke kurir. Fenomena tersebut menunjukkan adanya ketidakpercayaan terhadap sistem online dan takut haknya tidak dikembalikan lagi.
Padahal apabila mengacu pada UU Perlindungan Konsumen, seharusnya tidak perlu se ekstrim itu reaksinya. Bisa dilakukan dengan cara-cara yang damai atau melakukan upaya hukum.
Saya sering melakukan pembelian produk secara online. Apabila Anda juga sering melakukan hal yang sama, maka perlu diketahui perlindungan hukum konsumen e-commerce atau jual beli online.
Artikel kali ini, saya mencoba membahas perlindungan hukum konsumen e-commerce secara singkat.
Daftar Isi
Perlindungan Hukum Konsumen e-Commerce
Sebelum membahas perlindungan hukum konsumen e-commerce secara mendalam, alangkah baiknya terlebih dahulu kita memahami hal-hal sebagai berikut:
Apa itu Konsumen?
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.[1]
Mengutip Wikipedia ↗, Konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan ….
Sementara Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI ↗) mendefinisikan konsumen sebagai:
- n pemakai barang hasil produksi (bahan pakaian, makanan, dan sebagainya): kepentingan — pun harus diperhatikan
- n penerima pesan iklan
- n pemakai jasa (pelanggan dan sebagainya)
Apa itu Perlindungan Konsumen?
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.[2]
Apa itu Pelaku Usaha?
Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.[3]
Apa itu Barang dan Jasa?
Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
Definisi-definisi di atas hanyalah menyangkut yang relevan saja. Apabila Anda memerlukan definisi lain, terkait dengan perlindungan hukum konsumen e-commerce, silakan baca secara lengkap pada UU Perlindungan Konsumen.
Selanjutnya, kita akan membahas mengenai bentuk penipuan yang marak terjadi. Modus ini dilansir dari beberapa referensi.
Bentuk Penipuan yang Marak Terjadi
Fenomena penipuan sebenarnya sudah banyak terjadi, bahkan ketika transaksi langsung banyak kasus-kasus penipuan. Contoh paling sederhana adalah ketika membeli buah, sampelnya terasa enak menggiurkan, tetapi ketika membeli rasanya hambar, apalagi di dunia digital.
1. Menawarkan Harga Tidak Wajar
Salah satu bentuk atau yang perlu diwaspadai adalah ketika mendapatkan penawaran harga tidak wajar. Contohnya harga laptop harusnya 10 juta rupiah tetapi di tokonya hanya senilai 5 juta rupiah. Perbedaan harganya terlalu jauh untuk dikatakan sebagai promo.
Perbedaan harga yang terlalu besar tersebut biasanya untuk menarik calon pembeli. Selain itu gambarnya juga disesuaikan atau mengambil dari situs aslinya. Sehingga terlihat meyakinkan. Ditambah lagi respons customer service-nya cepat tanggap.
Baca Juga: 9 Kriteria Pembeli yang Beritikad Baik ↗
2. Gambar Tidak Sesuai dengan Produk
Salah satu sasaran perlindungan hukum konsumen e-commerce adalah fenomena gambar tidak seusia dengan produknya. Contoh paling sering terjadi adalah ketika membeli produk fashion seperti baju, tetapi bajunya bukan berasal dari produk aslinya langsung.
3. Rekayasa Testimoni
Testimoni adalah salah satu langkah bagi pembeli agar mengetahui kredibilitas penjual atau produknya. Apabila testimoninya baik, maka kepercayaannya juga meningkat. Mengetahui hal ini, biasanya penipu berusaha merekayasa testimoninya.
Bentuknya bisa beragam, mulai dari membuat akun palsu untuk mengisi kolom testimoninya. Menyewa orang-orang agar memberikan komentar positif. Serta masih banyak lagi. Intinya testimoninya tidak mesti sesuai dengan produknya.
4. Pemberian Informasi yang Tidak Sesuai
Bentuk penipuan ini paling sering ditemui, biasanya bentuk paling umum adalah tidak mencantumkan informasi produknya secara lengkap. Contohnya jual iphone murah, tetapi ternyata produknya adalah HDC (tiruan), sehingga pembelinya merasa rugi.
Baca Juga: Membeli Barang di Bawah Harga Pasar ↗
Bentuk Perlindungan Hukum Konsumen e-Commerce
Kegiatan transaksi online seperti belanja di e-commerce diatur melalui berbagai peraturan perundang-undangan ↗. Di antaranya adalah UU No. 8 Tahun 1999, PP PSTE, UU ITE, UU No. 19 Tahun 2016, yang mengatur tentang perlindungan konsumen dan transaksi digital.
Hak Konsumen
Sebagai seorang konsumen, memiliki beberapa hak ketika hendak berbelanja di marketplace. Hak tersebut harus dipenuhi oleh pemilik tokonya, sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen, di antaranya:
- Memperoleh keamanan, kenyamanan serta keselamatan ketika mengonsumsi atau menggunakan produk dan jasa yang ditawarkan.
- Dapat memilih dan mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukarnya dan mendapatkannya sesuai dengan yang dijanjikan oleh pelaku usaha.
- Memperoleh kejelasan terhadap informasi produk yang akan dibeli dan diterimanya dengan benar. Sehingga tidak tertipu atau merasa kecewa ketika produknya datang
- Memiliki hak agar keluhannya didengarkan atas barang yang digunakannya, serta mendapatkan solusi terbaik atas permasalahan tersebut.
- Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
- Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
- Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
- Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Serta hak-hak lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Melalui informasi undang-undang tersebut, sudah terlihat perlindungan hukum konsumen e-commerce atau jual beli online. Yaitu memastikan konsumen mendapatkan haknya secara seimbang. Meskipun demikian, tetap saja ada orang-orang tidak bertanggungjawab.
Kewajiban Pelaku Usaha
Bersandingan dengan hak konsumen di atas, Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen mengatur secara tegas. Pengaturan tersebut menyangkut kewajiban pelaku usaha. Kita dapat melihatnya sebagai berikut:
- Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
- memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
- memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
- menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
- memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
- memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
- memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian ↗.
Larangan Pelaku Usaha
Paralel dengan ketentuan Pasal 7, Pasal 8 dalam undang-undang yang sama mengatur tentang larangan pelaku usaha. Antara lain dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto.
Selain itu, tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.
Jadi, apabila tidak bersesuaian dengan spesifikasi barang yang diterima konsumen, maka konsekuensinya adalah ganti rugi. Pilihan lainnya adalah penggantian barang.
Itulah salah satu perlindungan hukum konsumen e-commerce.
Ketentuan Pidana
Perlindungan hukum konsumen e-commerce lainnya adalah adanya ketentuan pidana.
Apabila membandel serta mengabaikan hak-hak konsumen, terdapat pasal sanksi pidana ↗ menanti penjualnya. Salah satunya diatur pada Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.
“Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).”
Dengan adanya ketentuan pidana di atas, maka perlindungan hukum konsumen e-commerce menjadi terjamin.
Penutup
Masyarakat modern tidak bisa dilepaskan dari transaksi online. Namun, tidak perlu khawatir karena keamanan Anda sudah dilindungi undang-undang. Dengan adanya perlindungan hukum konsumen e-commerce atau jual beli online bisa membuat ekosistem tersebut makin sehat.
Konsumen dalam membeli produk baik online maupun offline dilindungi melalui Undang-undang Perlindungan Konsumen. Dalam UU ini, diatur hak konsumen. Di samping itu, pelaku usaha memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang yang diperdagangkan.
Sebagai konsumen, kita mesti mengetahui ada beberapa modus penipuan yang akhir-akhir ini marak terjadi. Bentuk penipuan tersebut antara lain, pertama, biasanya menawarkan harga yang tidak wajar. Kedua, gambar tidak sesuai dengan produk aslinya. Ketiga, adanya rekayasa testimoni. Keempat, pemberian informasi yang tidak sesuai.
Jadi, sudah tahu, kan perlindungan hukum konsumen e-commerce?
Demikian. Semoga bermanfaat.
Baca Juga: Pinjol Ilegal, Percobaan, dan Bahayanya
[1] Lihat Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen
[2] Lihat Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen
[3] Pasal 1 angka 3