Last Updated: 23 Des 2021, 08:08 pm
Haji Rhoma Irama sama seperti kawan saya. Dia penyair jalanan. Tubuhnya sedikit kurus dari saya. Mungkin, sering makan daun ubi rebus. Atau, makan mie soto: pagi, siang, dan malam. Setiap kali ada aksi-aksi memperingati hari-hari tertentu, terutama di bulan Mei, dia akan membawakan puisi ciptaannya sendiri.
Dia akan berdiri di atas mobil sound system dengan tegap. Suaranya yang lantang itu menyeruak ke udara. Namanya Jose Rizal. Kelahiran Sindue. Entah berapa tahun yang lalu.
Puisi andalannya itu berjudul, “Deru Revolusi”. Tetapi, pada bait pertama, setiap tahun ia ubah. “Itu wajib,” katanya. Pada tahun 2013 lalu, bunyinya …. Seperti empat belas tahun silam. Tahun 2014, diubah menjadi … Seperti lima belas tahun silam.
Nah, di tahun 2015, saya tidak mendengarkan dia berpuisi. Sebab, dia disibukkan dengan aktivitas jurnalismenya, di salah satu media di Sulawesi Tengah. Tapi saya yakin, Jose Rizal akan mengubah bait pertama dalam puisinya itu menjadi … Seperti enam belas tahun silam …
Saya akan mengutip bait pertama puisi kawan baik saya itu. Kira-kira begini:
… Seperti empat belas tahun silam
Bias suara kebenaran belum lagi didengar
Ketidakadilan menjadi kebudayaan
Penindasan adalah sabda kebajikan ….
Itulah bait pertama puisi “Deru Revolusi”-nya Jose Rizal. Puisi ini, katanya, dibuat untuk mengenang peristiwa 12 Mei 1998 silam, di mana kemarahan massa memuncak—turun ke jalan. Aksi di mana-mana. Dan, tak sedikit nyawa yang melayang. “Jadi, setiap bulan Mei, bait pertama pada puisi itu, wajib diubah,” ujarnya. Setelah itu, dia terkekeh-kekeh.
Haji Rhoma Irama Harus Belajar dari Jose Rizal
Dari situ, seharusnya, Bang Haji Rhoma Irama, yang baru saja membuat Partai Idamannya, belajar dengan Jose Rizal. Kenapa demikian? Ingat lirik lagu Bang Irama yang judulnya 135 juta, kan? Baiklah, berikut saya petik satu bait saja:
Seratus tiga puluh lima juta
Penduduk Indonesia
Terdiri dari banyak suku-bangsa
Itulah Indonesia …
Begitulah kira-kira petikannya. Coba bayangkan, jika lagu itu dinyanyikan dalam setiap konsernya, atau para biduan dengan begitu semangat melantunkan di acara pesta pernikahan Jose Rizal yang ke sekian kalinya. Jose Rizal pasti berpikir: lagu ini sudah tidak cocok sekarang! Dan, yang lebih pasti lagi, Jose Rizal akan mengirimkan surat kepada Bang Irama, tentang perubahan bait lagunya itu. Sebab, jumlah penduduk Indonesia setiap harinya dapat berubah-ubah. Setiap detik akan ada produksi anak.
Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2014
Dalam berita yang dilansir detik.com, Indonesia berhasil menduduki urutan keempat, penduduk terbanyak di dunia pada tahun 2014, yakni mencapai 253.609.643. Artinya, Bang Irama harus menambah jumlah penduduk dalam lagunya itu sebanyak 123.609.643. Saya tidak hendak mengintervensi Bang Irama. Saya hanya memberikan saran, sesuai dengan jumlah penduduk Indonesia yang dikeluarkan oleh pihak otoritas. Begitu, Bang Irama!
Bang Irama mestinya berguru dengan Jose Rizal ini, yang bait puisinya diubah setiap tahun. Maksud saya, jika Bang Irama masih memakai jumlah penduduk pada tahun 70-an itu (kalau tidak salah), ya, tentu rancu kan? Tidak sesuai dengan fakta sekarang. Sementara, Jose Rizal, dengan matematikanya yang kalut, mampu mengubah walau hanya satu angka.
Bantaya Lanoni, 15 Agustus 2015