Lompat ke konten

Syarat Penetapan Ahli Waris (+Contoh Permohonan)

Bacaan 8 menit
syarat penetapan ahli waris

Pertanyaan: Saya ingin membuat penetapan ahli waris , ke mana saya harus mengajukannya? Apa saja syarat penetapan ahli waris tersebut?

Pertanyaan di atas bisa diasumsikan bahwa yang akan memohon penetapan ahli waris adalah subjek hukum yang beragama Islam. Mengenai hal ini, kita akan merujuk ke beberapa produk perundang-undangan yang mengatur tentang penetapan ahli waris.

Melalui artikel ini, kita akan membahas tentang syarat penetapan ahli waris. Di samping itu, tulisan ini juga akan memberikan contoh permohonan penetapan ahli waris. Namun, sebelum ke topik tersebut, alangkah baiknya kita memahami beberapa hal berikut ini.

Syarat Penetapan Ahli Waris (+Contoh Permohonan)

Apa itu Permohonan?

Mengutip A. Zahri, dalam artikelnya di Pengadilan Agama Siak , Permohonan atau voluntair adalah persoalan hukum perdata subyek hukum, baik perseorangan atau badan hukum, diajukan dalam bentuk permohonan oleh subyek hukum/pemohon untuk diselesaikan atau ditetapkan pengadilan.

Masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak. Artinya, benar-benar murni untuk menyelesaikan kepentingan pemohon yang memerlukan kepastian hukum dan tidak bersentuhan dengan hak-hak dan kepentingan orang lain (tanpa adanya sengketa dengan pihak lain).

Dengan kata lain, tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan. Hanya ada satu pihak yaitu pemohon.

Menurut M. Yahya Harahap[1],  ciri khas suatu Permohonan adalah sebagai berikut:

  1. Masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak saja (for benefit of one party only).
  2. Bahwa permohonan diajukan murni untuk menyelesaikan kepentingan pemohon tentang sesuatu permasalahan perdata yang memerlukan suatu kepastian hukum, di mana yang dipermasalahkan tersebut tidak bersentuhan dengan hak dan kepentingan orang lain.
  3. Permasalahan yang dimohonkan penyelesaiannya kepada pengadilan pada prinsipnya tanpa sengketa dengan pihak lain (without disputes or differences with another party).
  4. Tidak dibenarkan mengajukan permohonan tentang penyelesaian sengketa hak atau kepemilikan maupun penyerahan serta pembayaran sesuatu oleh orang lain atau pihak ketiga.
  5. Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan, tetapi bersifat ex-parte.

Apa itu Waris?

Sebelum menuju kepada syarat penetapan ahli waris, kita mesti mengetahui apa itu hukum kewarisan, waris, dan ahli waris .

Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing[2].

Mengenai perkara waris, menjadi kewenangan Peradilan Agama. Hal ini tertuang dalam ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006  tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menyebutkan:

Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:

  1. Perkawinan
  2. Waris
  3. Wasiat
  4. Hibah
  5. Wakaf
  6. Zakat
  7. Infaq
  8. Shadaqah
  9. ekonomi syari’ah.

Dalam penjelasan ketentuan tersebut menyebutkan, bahwa waris adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris.

Dalam KBBI , mendefinisikan waris sebagai orang yang berhak menerima harta pusaka dari orang yang telah meninggal.

Apa itu Ahli Waris?

Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris[3].

Menurut M. Hajar[4], Ahli Waris adalah orang-orang yang berhak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris. Sementara KBBI mendefinisikan Ahli Waris adalah orang yang berhak menerima warisan (harta pusaka).

Mengutip Wikipedia, ahli waris ↗ dalam kajian hukum Islam adalah orang yang berhak mendapat bagian dari harta orang yang meninggal. Kata ini berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari gabungan kata “ahl” (berarti keluarga, famili) dan “waris” (berarti penerima harta peninggalan orang yang meninggal dunia).

Ahli waris dipandang beragama Islam apabila diketahui dari Kartu Identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak yang belum dewasa , beragama menurut ayahnya atau lingkungannya[5].

Pengelompokan Ahli Waris

Menurut KHI ada beberapa pengelompokan ahli waris[6] yaitu sebagai berikut:

1. Menurut hubungan darah:

  • Golongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan kakek.
  • Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan, saudara perempuan dari nenek.

2. Menurut Hubungan Perkawinan

Menurut hubungan perkawinan terdiri dari: duda atau janda.

Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.

Permohonan dan Syarat Penetapan Ahli Waris 

Telah diuraikan di atas, bahwa salah satu kewenangan Peradilan Agama adalah menyelesaikan perkara waris. Perkara waris di antaranya mencakup penetapan ahli waris (PAW).

Untuk mendapatkan PAW, terdapat syarat penetapan ahli waris. Harus didahului dengan permohonan PAW dimaksud yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan.

Hal ini untuk memenuhi salah satu syarat penetapan ahli waris. Bertindak sebagai pemohon adalah seluruh ahli waris yang sudah dewasa. Jika terdapat ahli waris yang di bawah umur, bisa saja ditetapkan dulu perwaliannya.

Pada saat persidangan, seluruh ahli waris tersebut hadir. Ketika ada yang tidak dapat hadir, dapat dikuasakan secara insidentil kepada ahli waris lain.

Syarat Pendaftaran Kuasa Insidentil

Bagian dari syarat penetapan ahli waris adalah sebagaimana di bawah ini, apabila terdapat kuasa insidentil.

Secara umum, beberapa pengadilan memberikan syarat pendaftaran kuasa insidentil sebagai berikut:

  1. Calon Pemberi dan Penerima Kuasa datang langsung ke Pengadilan.
  2. Membuat dan mengajukan Permohonan untuk menjadi kuasa.
  3. Surat Kuasa Insidentil ditandatangani di hadapan Pejabat Pengadilan.
  4. Melampirkan fotokopi KTP Pemberi dan Penerima Kuasa.
  5. Melampirkan Surat Keterangan Lurah yang pada pokoknya menyatakan antara Pemberi dan Penerima Kuasa mempunyai hubungan darah.
  6. Surat Izin dari Ketua Pengadilan.
  7. Membayar PNBP yang telah ditetapkan.

Contoh permohonan penetapan ahli waris dapat Anda lihat di bawah artikel ini.

Syarat Penetapan Ahli Waris

Dalam artikel ini, saya mengambil 3 contoh Pengadilan Agama terkait dengan syarat penetapan ahli waris.

Secara umum, syarat penetapan ahli waris di beberapa Pengadilan Agama adalah sama.

Syarat Penetapan Ahli Waris di Pengadilan Agama Gresik

Pengadilan Agama Gresik , menetapkan syarat penetapan ahli waris adalah sebagai berikut:

  1. Menyerahkan Surat Permohonan/Gugatan (Rangkap 5 dan softcopy dalam CD/Flashdisk)
  2. Surat Kematian Pewaris
  3. Surat Keterangan Ahli Waris dari Desa mengetahui Camat
  4. Fotokopi KTP Pemohon (Ahli Waris) yang masih berlaku
  5. Fotokopi Kartu Keluarga (Ahli Waris)
  6. Fotokopi Kutipan/ Duplikat Kutipan Akta Nikah Pewaris
  7. Fotokopi Akta Kelahiran Ahli Waris
  8. Persyaratan nomor 2 – 7 diNagelezen (di-materai dan cap POS)
  9. Membayar Panjar Biaya Perkara.

Syarat Penetapan Ahli Waris di PA Jakarta Barat

Sementara di Pengadilan Agama Jakarta Barat , menetapkan beberapa syarat penetapan ahli waris antara lain:

  1. Surat permohonan rangkap 8.
  2. Fotokopi KTP pemohon atau para pemohon.
  3. Fotokopi kartu keluarga pewaris.
  4. Fotokopi kartu keluarga orang tua pewaris.
  5. Fotokopi surat nikah pewaris.
  6. Fotokopi surat nikah orang tua pewaris.
  7. Fotokopi surat kematian orang tua pewaris.
  8. Asli Surat keterangan ahli waris yang diketahui lurah.
  9. Membayar panjar biaya perkara.

Syarat penetapan ahli waris untuk nomor 2 sampai dengan 7 diberi materi dan dicap leges di Kantor Pos.

Persyaratan Permohonan Ahli Waris di PA Jakarta Selatan

Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan , beberapa persyaratan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:

  1. Fotokopi KTP Pemohon dan semua ahli waris  sebanyak 1 lembar folio (tidak boleh dipotong).
  2. Fotokopi akta nikah pewaris sebanyak 1 lembar.
  3. Fotokopi Kartu Keluarga Pewaris 1 lembar.
  4. Fotokopi akta kelahiran semua anak dari pewaris sebanyak 1 lembar.
  5. Fotokopi surat kematian (Suami/Istri) sebanyak 1 lembar.
  6. Fotokopi surat kematian orang tua pewaris sebanyak 1 lembar.
  7. Surat keterangan dari Kelurahan yang menyatakan dengan sebenarnya bahwa ahli waris (misalnya: suami, istri, anak) dari almarhum …………. guna mengurus Penetapan Ahli Waris di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
  8. Fotokopi surat keterangan ahli waris sebanyak 1 lembar.

Untuk syarat penetapan ahli waris nomor 1 sampai dengan 6 serta syarat nomor 8 diberi materai Rp10.000 (sepuluh ribu rupiah) dan di-nazegelen di Kantor Pos.

Telah kita lihat, bahwa syarat penetapan ahli waris di tiga pengadilan di atas pada umumnya sama. Namun, untuk Anda yang hendak mengajukan permohonan penetapan waris, sebaiknya perhatikan syarat di pengadilan tersebut.  

Contoh Permohonan Penetapan Ahli Waris

Setelah mengetahui syarat penetapan ahli waris di atas, di bawah ini adalah contoh permohonan penetapan ahli waris. Contoh ini hanyalah sebuah ilustrasi, yang pada umumnya seperti berikut:

Jakarta, 1 Desember 2021

Yth,

Ketua Pengadilan Agama Jakarta Pusat

Jl. Rawasari Selatan No. 51, Rawasari, Cempaka Putih

Jakarta Pusat

Permohonan Penetapan Ahli Waris

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini:

  1. Jukno Binti Jukni; Tempat tanggal lahir Jakarta, 1 Januari 1970; NIK 029482810493848; Pendidikan SMA; Pekerjaan mengurus rumah tangga; beralamat di Jalan Jalur I Nomor 1000, RT 100/RW 100, Kel. Jalur II, Kec. Jalur III, Jakarta Pusat, selanjutnya disebut PEMOHON I. Di samping itu, bertindak untuk dan atas nama diri sendiri, juga bertindak untuk dan atas nama anak kandungnya yang belum dewasa yang dalam kekuasaannya bernama:  Hand Bin Sanitizer; Tempat tanggal lahir: Jakarta, 1 Agustus 2013; Umur 8 tahun; NIK: 9329832873676376; agama Islam; beralamat Jalan Jalur I Nomor 1000, RT 100/RW 100, Kel. Jalur II, Kec. Jalur III, Jakarta Pusat. Selanjutnya disebut sebagai PEMOHON III;
  2. Coffee Binti Sanitizer; Tempat tanggal lahir Jakarta, 10 Mei 1999; umur 22 tahun; NIK 982928838347834; Pendidikan SMA; Pekerjaan Mahasiswa; beralamat di Jalan Jalur I Nomor 1000, RT 100/RW 100, Kel. Jalur II, Kec. Jalur III, Jakarta Pusat. Selanjutnya disebut sebagai PEMOHON II;

Adapun alasan dan dasar diajukannya permohonan ini sebagai berikut:

  1. Bahwa pada tanggal 12 Februari 2020, telah meninggal dunia karena kecelakaan seorang laki -laki bernama Sanitizer, dalam usia 50 tahun, beragama Islam, pekerjaan karyawan stasta, berdasarkan Kutipan Akta Kematian Nomor: 847236-MC-983/2020, tanggal 20 Februari 2020, yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi DKI Jakarta. Dalam hal ini selanjutnya disebut sebagai Pewaris;
  2. Bahwa semasa hidupnya Pewaris menikah 1 (satu) kali, pada tanggal 12 Januari 1997, dengan seorang Perempuan bernama Jukno (Pemohon I) berdasarkan Kutipan Akta Nikah Nomor: 10000/IX/1997, tanggal 12 Januari 1997 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Jalur II, Jakarta Pusat;
  3. Bahwa dari pernikahan tersebut dikarunia 2 (dua) orang anak yang bernama:
  4. Coffee Binti Sanitizer, lahir di Jakarta tanggal 10 Mei 1999, umur 22 tahun (Pemohon II);
  5. Hand Bin Sanitizer, lahir di Jakarta tanggal 1 Agustus 2013, umur 8 tahun (Pemohon III);
  6. Bahwa satu orang anak yang bernama Hand Bin sanitizer masih di bawah umur, sehingga untuk kepentingan hukumnya diwakili oleh Pemohon I, sebagai ibu kandungnya;
  7. Bahwa kedua orang tua Pewaris sudah meninggal terlebih dahulu dari Pewaris dan Pewaris merupakan anak tunggal;
  8. Bahwa selama hidup Pewaris tidak pernah mengangkat anak, tidak pernah meninggalkan wasiat, serta selama hidupnya hingga meninggal dunia tetap beragama Islam;
  9. Bahwa maksud Para Pemohon mengajukan permohonan Penetapan Ahli Waris, guna kepengurusan harta peninggalan Pewaris berupa sebidang tanah beserta bangunan terletak di Jalan Jalur I Nomor 1000, RT 100/RW 100, Kel. Jalur II, Kec. Jalur III, Jakarta Pusat, sehingga Para Pemohon membutuhkan Penetapan Ahli Waris dari Pengadilan Agama Jakarta Pusat;
  10. Bahwa, untuk kepentingan pemeriksaan dalam permohonan ini, Para Pemohon bersedia melengkapi permohonan Para Pemohon dengan surat-surat bukti yang berkenaan dan dengan menghadirkan saksi-saksi yang diperlukan;

Berdasarkan alasan tersebut di atas, Para Pemohon memohon kepada Ketua Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Cq. Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili permohonan ini, menetapkan sebagai berikut:

  1. Mengabulkan permohonan Para Pemohon seluruhnya;
  2. Menetapkan Pewaris Sanitizer, telah meninggal dunia pada tanggal 12 Februari 2020 di Jakarta;
  3. Menetapkan ahli waris dari Pewaris Sanitizer adalah sebagai berikut :
    • Jukno (sebagai istri);
    • Hand, (sebagai anak perempuan kandung pewaris);
    • Coffee, (sebagai anak laki-laki kandung pewaris);
  4. Menetapkan biaya perkara sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Apabila Ketua Pengadilan Agama Jakarta Pusat Cq. Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili permohonan ini berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.

Hormat kami,

Para Pemohon

Jukno

Coffee

Penutup

Contoh penetapan ahli waris di atas adalah ilustrasi yang umum dilakukan. Penetapan Ahli Waris untuk yang beragama Islam diajukan melalui Pengadilan Agama di tempat ahli waris tersebut tinggal.

Syarat penetapan ahli waris pada umumnya harus mengajukan permohonan penetapan kepada Ketua Pengadilan Agama setempat.

Di samping itu, permohonan melampirkan fotokopi KTP semua ahli waris, akta nikah pewaris, kartu keluarga pewaris, akta kelahiran semua anak pewaris, surat keterangan dari kelurahan yang menyatakan ahli waris, dan surat keterangan ahli waris.

Demikian. Semoga bermanfaat.


[1] M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, cetakan pertama, April 2008., hlm. 29.

[2] Lihat Buku II Kompilasi Hukum Islam, khususnya Pasal 171 huruf a.

[3] Lihat Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam (KHI).

[4] Hajar M, Hukum Kewarisan Islam, Cetakan Pertama, (Pekanbaru: Alaf Riau, 2007).,hlm., 32.

[5] Pasal 172 KHI.

[6] Lihat Pasal 174 KHI.

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Exit mobile version