
Pemberhentian PNS atas dasar putusan pidana telah banyak terjadi. Putusan pidana ini menyangkut PNS yang melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor).
Atas putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap tersebut, biasanya ditindaklanjuti dengan keputusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sebagai PNS.
Dalam kasus lain, PNS diberhentikan karena melanggar larangan PNS ↗. Di samping itu, tidak menaati kewajiban PNS ↗.
Setelah melakukan berbagai pencarian di internet, terdapat banyak sekali mantan PNS menggugat Keputusan Tata Usaha Negara ↗ (KTUN) terhadap pemberhentian dirinya. KTUN PTDH ini menyangkut adanya putusan pidana (korupsi).
Muncul pertanyaan: apakah pemberhentian PNS atas dasar putusan pidana dimaksud dapat digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)?
Menjawab pertanyaan tersebut, artikel ini saya buat.
Namun demikian, sebelum membahas secara mendalam pemberhentian PNS atas dasar putusan pidana, sebaiknya mengetahui apa itu PNS?
Daftar Isi
Apa itu PNS?
Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.[1]
Apa itu Pemberhentian PNS?
Pemberhentian PNS dimaksud di sini adalah pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS adalah pemberhentian yang mengakibatkan PNS kehilangan statusnya sebagai PNS untuk selamanya, dengan tidak mendapatkan hak pensiun, serta hak lainnya.
Apa itu Tindak Pidana Korupsi?
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menentukan:
“Tindak Pidana Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”.
Setelah mencermati ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang Tipikor, terdapat beberapa klasifikasi yaitu terdapat adanya kerugian keuangan negara; suap-menyuap; penggelapan dalam jabatan; pemerasan; perbuatan curang; benturan kepentingan dalam pengadaan; dan gratifikasi.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI ↗) mendefinisikan sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Apa itu Putusan Pidana?
Dalam artikel sudah dipidana, apakah diberhentikan dari PNS ↗ telah disebutkan mengenai sanksi pidana. Namun artikel kali ini secara khusus menguraikan putusan pidana.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) secara eksplisit menyebutkan putusan pengadilan.
“Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dan segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini[2]”.
Sementara dalam KBBI ↗ menyebutkan putusan pengadilan adalah pernyataan hakim dalam sidang pengadilan yang dapat berupa pemidanaan, putusan bebas, atau lepas dari segala tuntutan hukum.
Pemberhentian PNS atas Dasar Putusan Pidana Korupsi
Sebagaimana telah disebutkan secara ringkas di atas bahwa, maksud dari artikel ini adalah apakah pemberhentian PNS atas dasar putusan pidana korupsi dapat digugat ke PTUN?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita berpijak pada peraturan perundang-undangan ↗ yang berlaku. Di samping itu, kita juga dapat merujuk kepada lembaga kekuasaan kehakiman dalam hal ini Mahkamah Agung.
Baiklah, mari kita pelan-pelan menjawab pertanyaan apakah pemberhentian PNS atas dasar putusan pidana dapat digugat ke PTUN?
Dasar Hukum Pemberhentian PNS atas Dasar Putusan Pidana
Sebenarnya setiap KTUN yang dikeluarkan badan atau pejabat TUN, dicantumkan dasar hukum penerbitan keputusan.
Namun, untuk membuat terang artikel ini, saya berpijak pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).
Ketentuan dalam Pasal 87 ayat (4) UU ASN telah tegas menentukan bahwa:
PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena:
- melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum;
- menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau
- dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana.
Di sana terdapat pengaturan terkait dengan tindak pidana. Pertama, adalah “melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum”.
Kedua, “melakukan tindak pidana dengan pidana penjara ↗ paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana”.
Keduanya menyebutkan harus berdasarkan putusan pengadilan ↗ yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Apabila putusan tersebut telah inkracht, biasanya pejabat yang berwenang menghukum, menerbitkan KTUN PTDH terhadap PNS yang bersangkutan.
Dari sini, kita bisa berlanjut apakah pemberhentian PNS atas dasar putusan pidana atau keputusan PTDH merupakan KTUN?
Pembatasan Pengertian KTUN
Agar lebih komprehensif memahami terkait dengan apakah keputusan pemberhentian PNS atas dasar putusan pidana bisa menjadi objek sengketa, kita mengacu pada UU Peratun.
Menurut ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU Peratun), terdapat pembatasan pengertian Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN). Ketentuan tersebut berbunyi:
Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-undang ini:
- Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;
- Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;
- Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;
- Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;
- Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
- Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;
- Keputusan Panitia Pemilihan, baik di pusat maupun di daerah, mengenai hasil pemilihan umum.
Dari ketentuan tersebut, terdapat yang tidak bagian dari pengertian KTUN adalah “Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Mari kita menghubungkan keputusan PTDH yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang (PyB) sebagaimana telah disebutkan di atas. KTUN yang diterbitkan adalah tindaklanjut dari putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap. Sehingga, KTUN yang dikeluarkan oleh PyB adalah Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara ↗.
Hal ini juga, telah diatur melalui Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2021 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan (SEMA No. 5 Tahun 2021).
Huruf e angka 4 SEMA No. 5 Tahun 2021 menentukan:
“Keputusan Tata Usaha Negara berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS yang diterbitkan atas dasar putusan perkara pidana karena melakukan tindak pidana korupsi tidak dapat dijadikan sebagai objek sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara karena terkait ketentuan Pasal 2 huruf e Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peratun, kecuali surat keputusan diberlakukan surut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.”
Yurisprudensi Pemberhentian PNS atas Dasar Putusan Pidana
Terdapat beberapa putusan pengadilan atau yurisprudensi terkait dengan pemberhentian PNS atas dasar putusan pidana.
Yurisprudensi Mahkamah Agung ini memperkuat ketentuan Pasal 2 huruf e UU Peratun. Dalam arti, KTUN berupa pemberhentian PNS atas dasar putusan pidana yang telah inkracht bukan sebagai objek sengketa di PTUN.
Beberapa yurisprudensi dimaksud antara lain:
1. Putusan Nomor 344 K/TUN/2017
Dalam kaidah hukumnya, pertimbangan Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 344 K/TUN/2017, tanggal 8 Agustus 2017 menyebutkan:
“Bahwa penertiban Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa adalah berdasarkan pelaksanaan Putusan Peradilan Pidana yang sudah berkekuatan hukum tetap, sehingga berdasarkan Pasal 2 huruf e Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tidak dapat dijadikan objek sengketa Tata Usaha Negara pada Peradilan Tata Usaha Negara.”
2. Putusan Nomor 418 K/TUN/2017
Putusan Nomor 418 K/TUN/2017, tanggal 14 September 2017, yang memberikan kaidah hukum pada pokoknya bahwa:
“Penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa berdasarkan dan sebagai tindak lanjut dari Peradilan Pidana yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht), karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi, sehingga dikecualikan menjadi objek sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud ketentuan pasal 2 huruf e Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2004 tentang peradilan tata usaha Negara“.
3. Putusan 55/G/2018/PTUN-PLG
Di samping putusan Mahkamah Agung di atas, terdapat juga Putusan 55/G/2018/PTUN-PLG, tanggal 7 Januari 2019 oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Palembang.
PTUN Palembang memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat dalam menerbitkan keputusan objek sengketa adalah merupakan tindak lanjut putusan peradilan Pidana yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht), karena Penggugat terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana korupsi secara bersama-sama, sehingga jika dihubungkan dengan ketentuan Pasal 2 huruf e Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 1986 tentang peradilan tata usaha Negara, maka menurut Majelis Hakim Keputusan objek sengketa adalah merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang dikecualikan sebagaimana ketentuan Pasal 2 huruf e Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara ….”
Berdasarkan ketentuan dan yurisprudensi ↗ di atas, pemberhentian PNS atas dasar putusan pidana bukan merupakan KTUN. Sehingga tidak dapat diajukan gugatan ke PTUN.
Penutup
Dari uraian di atas, kita sudah menemukan jawaban, bahwa pemberhentian PNS atas dasar putusan pidana tidak dapat dijadikan objek sengketa di PTUN.
Walaupun terdapat perluasan makna keputusan tata usaha negara ↗, akan tetapi pemberhentian PNS atas dasar putusan pidana tidak memenuhi unsur-unsur keputusan TUN ↗. Sehingga, bukan menjadi kewenangan PTUN ↗.
Meskipun demikian, untuk memenuhi hak warga negara, apabila ada yang mengajukan pengujian KTUN dimaksud, pengadilan tidak boleh menolaknya.
Demikian. Semoga bermanfaat.
[1] Lihat Pasal 1 angka 3 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
[2] Lihat Pasal 1 angka 11 KUHAP.