Last Updated: 25 Feb 2022, 11:46 pm
Pasca diundangkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, jabatan Kepala Desa tampaknya menjadi rebutan. Demikian juga persaingan untuk menjadi Perangkat Desa semakin ketat.
Dari situasi-situasi itu, biasanya terdapat konflik di internal pemerintahan desa. Akhirnya, berujung pemberhentian terhadap perangkat desa melalui Surat Keputusan (SK) Kepala Desa (Kades). Namun pertanyaannya, bisakah SK Kepala Desa tentang pemberhentian perangkat desa digugat? Apabila bisa, gugatan diajukan ke mana? Bagaimana prosedurnya?
Artikel ini secara khusus membahas tentang pemberhentian perangkat desa oleh Kepala Desa. Mekanisme pemberhentian, serta beberapa putusan pengadilan terkait dengan konflik antara Kepala Desa dengan Perangkat Desa. Kepala Desa dan Perangkat Desa disebut sebagai pemerintah desa.
Daftar Isi
Apa itu Pemerintah Desa?
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) menentukan:
“Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa”.
Definisi yang sama juga terdapat dalam ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa PP No. 43/2014). Ketentuan Pasal 1 angka 3 PP No. 43/2014 menyebutkan:
”Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa”.
Apa itu Kepala Desa?
Kepala Desa menurut ketentuan Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa (Permendagri No. 67/2017):
”Kepala Desa atau sebutan lain adalah pejabat pemerintah Desa yang mempunyai wewenang, tugas dan kewajiban untuk menyelenggarakan rumah tangga Desanya dan melaksanakan tugas dari pemerintah dan pemerintah daerah”.
Selanjutnya berdasarkan kewenangan atribusi, Kepala Desa berwenang mengangkat dan memberhentikan Perangkat Desa. Hal ini secara tegas diatur melalui ketentuan Pasal 26 ayat (2) juncto Pasal 49 dan Pasal 53 ayat (3) UU Desa.
Secara sederhana, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan Kepala Desa adalah orang yang mengepalai desa; lurah.
Apa itu Perangkat Desa?
Ketentuan Pasal 2 angka 1 Permendagri No. 67/2017 menyebutkan:
“Perangkat Desa diangkat oleh kepala Desa dari warga Desa yang telah memenuhi persyaratan umum dan khusus”.
KBBI mendefinisikan Perangkat Desa adalah alat kelengkapan pemerintah desa yang terdiri atas sekretariat desa, kepala dusun, dan sebagainya.
Apakah Kepala Desa Berwenang Memberhentikan Perangkat Desa?
Untuk mengetahui apakah Kepala Desa berwenang memberhentikan Perangkat Desa, kita bisa melihatnya melalui UU Desa.
Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa[1]. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kepala Desa berwenang mengangkat dan memberhentikan perangkat desa[2].
Di samping itu, kita juga bisa berpijak pada Permendagri No. 67/2017. Dalam ketentuan Pasal 5 angka 1 Permendagri No. 67/2017 menentukan:
“Kepala Desa memberhentikan perangkat Desa setelah berkonsultasi dengan camat”.
Dari uraian di atas, sangat jelas bahwa Kepala Desa dapat mengangkat dan memberhentikan Perangkat Desa. Namun dengan catatan, harus melakukan konsultasi dengan Camat.
SK Kepala Desa tentang Pemberhentian Perangkat Desa
Sebenarnya ada 3 alasan Kepala Desa memberhentikan Perangkat Desa. Hal ini termuat dalam ketentuan Pasal 53 UU Desa, yang menentukan bahwa perangkat desa berhenti karena:
- Meninggal dunia;
- Permintaan sendiri; atau
- Diberhentikan
Untuk memberhentikan perangkat desa sebagaimana huruf c berupa “diberhentikan”, ada beberapa alasan, yaitu:
a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun;
b. berhalangan tetap;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai perangkat Desa; atau
d. melanggar larangan sebagai perangkat Desa
Mekanisme Pemberhentian Perangkat Desa
Perlu diingat sebelum memberhentikan perangkat desa—yang merupakan kewenangan Kepala Desa, Kepala Desa wajib konsultasi kepada Camat atas nama Bupati/Walikota. Hal ini secara tegas diatur dalam ketentuan Pasal 69 PP 43/2014 yang menyebutkan:
Pemberhentian perangkat Desa dilaksanakan dengan mekanisme sebagai berikut:
- kepala Desa melakukan konsultasi dengan camat atau sebutan lain mengenai pemberhentian perangkat Desa;
- camat atau sebutan lain memberikan rekomendasi tertulis yang memuat mengenai pemberhentian perangkat Desa yang telah dikonsultasikan dengan kepala Desa; dan
- rekomendasi tertulis camat atau sebutan lain dijadikan dasar oleh kepala Desa dalam pemberhentian perangkat Desa dengan keputusan kepala Desa.
Di samping itu, terdapat pula Pasal 5 Permendagri No. 67/2017 yang menentukan:
- Kepala Desa memberhentikan perangkat Desa setelah berkonsultasi dengan camat;
- Perangkat Desa berhenti karena: a) meninggal dunia; b) permintaan sendiri; dan c) diberhentikan;
- Perangkat Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena: a) usia telah genap 60 (enam puluh) tahun; b) dinyatakan sebagai terpidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; c) berhalangan tetap; d) tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai perangkat Desa; dan e) melanggar larangan sebagai perangkat desa;
- Pemberhentian perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dan huruf b, ditetapkan dengan keputusan kepala Desa dan disampaikan kepada camat atau sebutan lain paling lambat 14 (empat belas) hari setelah ditetapkan;
- Pemberhentian perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c wajib dikonsultasikan terlebih dahulu kepada camat atau sebutan lain;
- Rekomendasi tertulis camat atau sebutan lain sebagaimana dimaksud ayat (4) didasarkan pada persyaratan pemberhentian perangkat Desa;
Bisakah SK Kades yang Memberhentikan Perangkat Desa Digugat?
Setelah mencermati uraian di atas, kita mesti menentukan terlebih dahulu apakah SK Kades yang memberhentikan Perangkat Desa bisa digugat? Apabila bisa, digugat ke mana?
Sebagaimana telah disampaikan di atas bahwa Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Semua itu merupakan kewenangan atribusi. Termasuk salah satunya adalah Kepala Desa Berwenang mengangkat dan memberhentikan Perangkat Desa.
Dari uraian ini, maka Kepala Desa merupakan badan/pejabat tata usaha negara di tingkat desa berdasarkan kewenangan atribusi tersebut. Dengan demikian, menurut ketentuan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU Peratun). Pasal tersebut menentukan:
“Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Selanjutnya, disebutkan pula di atas bahwa, untuk memberhentikan perangkat desa tersebut berbentuk keputusan Kepala Desa. Mengenai definisi keputusan tata usaha negara dapat kita jumpai dalam ketentuan Pasal 1 angka 9 UU Peratun:
“Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”.
Dengan demikian, tindakan Kepala Desa menerbitkan SK pemberhentian Perangkat Desa merupakan keputusan tata usaha negara yang dapat digugat.
Ke Pengadilan Mana Menggugat SK Kepala Desa?
Oleh karena Kepala Desa merupakan badan/pejabat Tata Usaha Negara (TUN), maka sengketa diajukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, karena masuk ranah sengketa TUN.
Apa itu Sengketa TUN? “Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”[3].
Namun, Sengketa tentang Pengangkatan dan/atau pemberhentian perangkat desa, termasuk jenis sengketa yang terkena pembatasan kasasi berdasarkan pasal 45A ayat (2) huruf c undang-undang nomor 5 tahun 2004 tentang perubahan atas undang-undang nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung[4].
Putusan Sengketa Perangkat Desa
Beberapa putusan pengadilan antara Perangkat Desa melawan Kepala Desa. Sengketa ini terkait dengan keputusan Kepala Desa yang memberhentikan Perangkat Desa. Saya mengutip dua putusan, di antaranya:
Putusan Nomor 505 K/TUN/2018
Putusan Nomor 505 K/TUN/2018, tanggal 25 September 2018. Perkara ini awalnya diajukan oleh Badarudin dan Munah melawan Kepala Desa Sungai Ular, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Kepala Desa Sungai Ular menerbitkan SK yang memberhentikan Perangkat Desa atas nama Badarudin dan Munah.
Dalam pertimbangan hukum putusan Mahkamah Agung halaman 4 menyebutkan:
“Bahwa Penerbitan objek sengketa bertentangan dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) dan (2) serta Pasal 8 ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah Kabupaten Langkat Nomor 5 Tahun 2015 tentang Perangkat Desa karena tidak didahului oleh sanksi yang lebih ringan baik berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.”
Putusan Nomor 74/G/2020/PTUN.Sby
Sengketa lainnya diajukan oleh Ahmad Junaidi, Dkk terhadap Kepala Desa Batudinding, Kecamatan Kabura, Kabupaten Sumenep. Kepala Desa Batudinding menerbitkan SK yang memberhentikan perangkat desa atas nama Ahmad Junaidi, Dkk.
Dalam Putusan Nomor 74/G/2020/PTUN.Sby, tanggal 17 November 2020, Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya pada pokoknya memberikan pertimbangan hukum berupa:
“… bahwa tindakan Tergugat dalam menerbitkan Keputusan Kepala Desa Batudinding Nomor: 188/03/KEP/435.320.113/2020, tentang Pemberhentian Perangkat Desa, tanggal 30 Maret 2020, yang mendasarkan kepada Berita Acara Musyawarah Terhadap Kinerja Perangkat Desa Batudinding, tanggal 29 Februari 2020, dan ditindaklanjuti dengan penerbitan objectum litis, baik secara prosedur formal maupun substansi materiil, telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Khususnya Peraturan Bupati Sumenep Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Perangkat Desa dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB). Khususnya asas bertindak cermat. Sehingga telah memenuhi ketentuan Pasal 53 ayat (2) huruf a dan b Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara… Oleh karenanya patut untuk dikabulkan.”[5]
Simpulan
Meskipun Kepala Desa berwenang mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa, akan tetapi, haruslah sesuai dengan mekanisme yang digariskan peraturan perudang-undangan yang berlaku.
Salah satu mekanisme yang harus ditempuh adalah melakukan konsultasi kepada Camat sebelum memberhentikan perangkat desa dimaksud. Apabila telah mendapat persetujuan, maka Kades dapat memberhentikan dengan mengeluarkan SK.
Akan tetapi, Perangkat Desa dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara apabila keberatan dengan SK pemberhentian terhadap dirinya.
Demikian. Semoga bermanfaat.
[1] Lihat Ketentuan Pasal 26 ayat (1) UU Desa.
[2] Lihat Ketentuan Pasal 26 Ayat (2) huruf b UU Desa.
[3] Lihat Ketentuan Pasal 1 angka 10 UU Peratun.
[4] Lihat Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019.
[5] Lihat Lebih Lengkap Pertimbangan Hukum Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 74/G/2020/PTUN.Sby, tanggal 17 November 2020., hlm., 72.