Lompat ke konten

Suami Nikah Lagi Tanpa Izin Istri Pertama

Bacaan 5 menit
upaya hukum apabila suami nikah lagi tanpa izin istri pertama
Ilustrasi. Sumber gambar: Pixabay.com

Pertanyaan: Suami saya menikah lagi tanpa sepengetahuan dan izin saya sebagai istri. Apakah saya bisa menuntut suami saya tersebut? Ke mana harus menuntutnya?

Pertanyaan di atas baru saja saya dapatkan beberapa waktu lalu. Banyak kasus terjadi suami nikah lagi tanpa izin istri. Atas kejadian tersebut—yang kemudian diketahui istri pertama, lantas tanpa pikir panjang mengajukan cerai di pengadilan.

Akan tetapi, tidak sedikit juga yang melaporkan sang suami, karena merasa sakit hati sekali. Sebenarnya ada gak sih ancaman pidana apabila suami nikah lagi tanpa izin istri? Di samping itu apakah ada upaya hukum yang dilakukan apabila suami nikah lagi tanpa izin istri?

Artikel kali ini menjawab pertanyaan tersebut.

Perkawinan Sah

Perkawinan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perihal (urusan dan sebagainya) kawin; pernikahan. Sementara arti “sah ” adalah dilakukan menurut hukum atau undang-undang atau peraturan yang berlaku.

Dengan demikian, setiap perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Dan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.[1]

Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut pada Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang Perkawinan[2].

Upaya Hukum Apabila Suami Nikah Lagi Tanpa Izin Istri

Perlu diketahui bahwa suami yang ingin beristri lebih dari satu, wajib meminta izin dari istri pertama. Apabila tidak mendapatkan izin, maka terdapat beberapa upaya hukum, yang kiranya dapat dilakukan oleh istri pertama.

Menurut saya, setidaknya terdapat 3 upaya hukum yang dilakukan istri apabila suami nikah lagi tanpa izin istri pertama. Upaya hukum dimaksud antara lain:

  1. Mengajukan Pembatalan Perkawinan
  2. Upaya Hukum Pidana
  3. Mengajukan Perceraian

Dari ketiga upaya hukum di atas, tentu saja masih ada upaya lain yang dapat dilakukan. Namun, artikel ini sebenarnya menjawab pertanyaan di atas, yang kiranya dapat dilakukan. Mari kita bahas satu per satu suami nikah lagi tanpa izin istri pertama ini.

Pembatalan Perkawinan

Apabila suami nikah lagi tanpa izin istri, upaya hukum yang menjadi pilihan adalah pembatalan perkawinan.

Pembatalan perkawinan adalah suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, yang menyatakan perkawinan tidak sah, yang dimohonkan oleh pihak yang berkepentingan melalui pengadilan yang berwenang.

Upaya hukum berupa pembatalan perkawinan dilakukan karena seyogyanya, seorang suami mempersunting satu orang istri, dua, tiga hingga empat. Akan tetapi, untuk istri yang kedua, ketiga, dan keempat ada syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah izin dari istri pertama dan Pengadilan Agama.

Apabila benar suami nikah lagi tanpa izin istri itu terjadi, maka jelas persyaratan untuk kawin lagi tidak terpenuhi. Sehingga, upaya hukum berupa pembatalan perkawinan ini menjadi pilihan Anda, apabila ingin mempertahankan keutuhan rumah tangga.

Upaya Hukum Pidana

Di samping upaya pembatalan perkawinan, pilihan lain adalah melaporkan sang suami kepada pihak berwajib. Dasar hukum yang dapat digunakan terhadap suami nikah lagi tanpa izin istri ini adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal 279 KUHP

Dalam ketentuan Pasal 279 menentukan:

  1. Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun:

1). barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu;

2). barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu.

2. Jika yang melakukan perbuatan berdasarkan ayat 1 butir 1 menyembunyikan kepada pihak lain bahwa perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Mari kita cermati unsur-unsur yang terdapat dalam ketentuan Pasal 279 KUHP di atas.

  1. Barang siapa. Dalam pidana, barang siapa ini disebut orang sebagai subjek hukum yang dapat dimintai pertanggung jawaban.
  2. Mengadakan perkawinan.
  3. Mengetahui perkawinannya yang telah ada.
  4. Mengetahui perkawinan-perkawinan pihak lain.
  5. Adanya penghalang yang sah.

Dari ketentuan Pasal 279 KUHP di atas, sebenarnya suami sudah mengetahui bahkan menyadari apabila kawin lagi, haruslah memperoleh izin istri. Namun sayangnya, suami menikah lagi tanpa izin istri pertama. Hal ini kemudian mengakibatkan ancaman hukuman pidana penjara bagi sang suami yaitu 7 tahun.

Pasal 266 KUHP

Di samping ketentuan Pasal 279, dapat pula disangkakan apabila terdapat keterangan palsu ke dalam suatu akta autentik dan menggunakan akta autentik tersebut.

Hal ini diatur dalam ketentuan  Pasal 266 ayat (1) atau ayat (2) KUHP.

Ketentuan Pasal 266 ayat (1):

Barang siapa menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam sesuatu akta autentik tentang suatu kejadian yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan akta itu seolah-olah keterangannya itu cocok dengan hal sebenarnya, maka kalau dalam mempergunakannya itu dapat mendatangkan kerugian, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun”.

Kemudian Pasal 266 ayat (2) KUHP berbunyi:

Pasal 266 ayat (2) KUHP: Barang siapa dengan sengaja menggunakan akta itu seolah-olah isinya cocok dengan hal yang sebenarnya jika pemakaian surat itu mendatangkan kerugian.

Menurut R. Soesilo[3]:

“Yang dinamakan akta autentik yaitu suatu surat yang dibuat menurut bentuk dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh undang-undang, oleh pegawai umum”;

Akta autentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu (seperti Notaris, Hakim, Panitera, Juru Sita, Pegawai Pencatat Sipil),di tempat akta itu dibuat[4].

Bahwa Akta Otentik juga dapat diartikan sebagai: (1) Akta yang dibuat oleh Pegawai Umum sesuai dengan perundang-undangan; (2) Akta yang dibuat di hadapan pegawai umum yang sesuai dengan perundang-undangan.

Bisa saja suami Anda membuat dan memakai surat sehingga mendatangkan kerugian untuk Anda sebagai istri. Misalnya mengubah status kawin dalam KTP dari kawin menjadi cerai.

Mengajukan Perceraian

Upaya hukum yang ketiga apabila suami nikah lagi tanpa izin istri pertama adalah mengajukan perceraian ke pengadilan.

Apabila Anda tidak setuju dan tidak ikhlas suami diam-diam menikah lagi tanpa izin istri, maka salah satu upaya hukum adalah perceraian. Perceraian dilakukan di Pengadilan Agama bagi beragama Islam. Sementara bagi Non-Muslim diajukan melalui Pengadilan Negeri.

Sebelum mengajukan sengketa perceraian, sebaiknya baca beberapa alasan perceraian . Hal ini berguna agar memudahkan Anda dalam proses perceraian.

Apabila Anda memutuskan untuk cerai tanpa pengacara , silakan simak beberapa istilah dalam perceraian .

Penutup

Sebagai penutup, upaya hukum yang dilakukan apabila suami nikah lagi tanpa izin istri dapat ditempuh dengan tiga cara:

pertama, mengajukan gugatan pembatalan perkawinan. Kedua, upaya hukum dalam bentuk pidana. Ketiga, mengajukan gugatan perceraian.

Ketiga upaya hukum tersebut tentu saja kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Demikian. Semoga bermanfaat.


[1] Lihat Ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

[2] Lihat Ketentuan Pasal 9 UU Perkawinan.

[3] R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Penerbit Politeia, Bogor: 1976., hlm., 171.

[4] Lihat Pasal 1868 KUH Perdata dan Pasal 165 Herziene Indonesisch Reglemen (HIR).

Tinggalkan Balasan