
Permasalahan dalam internal keluarga dari dahulu hingga sekarang biasanya berkutat pada pembagian harta warisan. Ada ahli waris yang meminta bagian waris cukup besar. Bahkan ada juga kasus yang ingin mengambil seluruh harta warisan.
Padahal, para ahli waris bisa saja melakukan musyawarah dan membangun kesepakatan serta melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan. Hal tersebut tegas ditentukan dalam Pasal 183 Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Akan tetapi, karena tidak terbangun kesepakatan, masalah tersebut pada akhirnya berujung pada pengadilan. Mengajukan gugatan ke pengadilan karena tidak ada titik temu pembagian warisan dimaksud.
Artikel kali ini membahas tentang ahli waris, golongan ahli waris, dan pembagian harta warisan, menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI). Sehingga, dengan adanya artikel ini, kiranya dapat menjawab pertanyaan: apa itu ahli waris? Siapa saja yang disebut ahli waris? Bagaimana pembagian harta warisan dimaksud? Dari semua itu disebut sebagai hukum kewarisan.
Daftar Isi
Apa itu Hukum Kewarisan?
Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing[1].
Siapa itu Pewaris?
Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris, dan harta peninggalan[2].
Apa itu Ahli Waris?
Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris[3]. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ahli waris adalah orang yang berhak menerima warisan (harta pusaka)
Menurut ketentuan Pasal 173 KHI, seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:
- dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris;
- dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.
Apa itu Harta Waris?
Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang, dan pemberian untuk kerabat[4].
Siapa Saja yang Disebut Ahli Waris?
Siapa saja yang disebut ahli waris dalam Islam? Menurut ketentuan Pasal 174 ayat (1) KHI, terdapat dua kelompok ahli waris. Kelompok pertama ahli waris yang mempunyai hubungan darah. Kelompok kedua, ahli waris yang mempunyai hubungan perkawinan.
Ahli Waris menurut hubungan darah terdiri dari dua golongan yaitu:
- Golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan kakek.
- Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan, saudara perempuan dari nenek.
Sementara ahli waris menurut hubungan perkawinan terdiri dari: duda atau janda.
Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.
Pembagian Harta Warisan
Telah disebutkan di atas bahwa terdapat dua golongan ahli waris. Pertama, berasal dari golongan darah atau nasab. Kedua, berasal dari adanya hubungan perkawinan.
Lantas, bagaimana pembagian harta warisan tersebut menurut Kompilasi Hukum Islam?
Pembagian Harta Warisan Menurut Hubungan Darah
Hubungan darah ini dapat juga disebut sebagai nasab. Ahli waris yang ada hubungan darah sebagaimana disebutkan pada golongan ahli waris di atas, mendapat pembagian harta warisan sebagai berikut:
1. Anak Perempuan
Salah satu ahli waris yang berhak mendapatkan pembagian harta warisan adalah anak perempuan.
Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separuh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan[5].
2. Anak Laki-laki
Di samping anak perempuan, anak laki-laki juga berhak mendapatkan pembagian harta warisan, karena merupakan salah satu ahli waris.
Anak laki-laki sendirian atau bersama anak/cucu lain (laki-laki dan perempuan) pembagiannya adalah sisa dari seluruh harta setelah dibagi pembagian lain[6].
3. Ayah Kandung
Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada anak, ayah mendapat seperenam bagian.[7]
4. Ibu Kandung
Menurut ketentuan Pasal 178 KHI:
- Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat sepertiga bagian.
- Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila bersama-sama dengan ayah.
5. Saudara Laki-laki atau Perempuan Seibu
Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila mereka itu dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga bagian.[8]
Artinya, apabila saudara laki-laki atau perempuan seibu itu sendirian, tidak terdapat anak atau cucu dan tidak ada ayah kandung, maka bagian yang didapatkan adalah 1/6.
Sementara apabila Saudara laki-laki atau perempuan seibu terdiri dari dua orang atau lebih, tidak ada anak atau cucu dan tidak ada ayah kandung, maka bagiannya adalah 1/3.
6. Saudara Perempuan Kandung atau Seayah
Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ia mendapat separuh bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-laki dua berbanding satu dengan saudara perempuan.[9]
7. Saudara Laki-laki Kandung atau Seayah
Masih menurut ketentuan Pasal 182 KHI sebagaimana disebutkan di atas bahwa, saudara laki-laki kandung atau seayah yang apabila dia sendirian atau bersama saudara lain dan tidak ada anak/cucu sertatidak ada ayah kandung, maka pembagiannya adalah sisa seluruh harta setelah dibagi pembagian lain). Artinya, pembagian antara laki-laki dan perempuan 2 berbanding 1.
8. Cucu atau Keponakan
Cucu atau Keponakan juga mendapat pembagian harta warisan. Cucu atau Keponakan di sini disebut ahli waris pengganti. Hal ini secara tegas diatur melalui ketentuan Pasal 185 KHI. Pasal tersebut menentukan:
Ayat (1): Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173.
Ayat (2): Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.
Cucu atau keponakan ternyata mendapat pembagian harta warisan juga. Cucu atau ponakan menggantikan kedudukan orang tuanya yang menjadi ahli waris. Persyaratan berlaku sesuai kedudukan ahli waris yang diganti. Untuk itu, pembagiannya pun sesuai yang diganti kedudukannya sebagai ahli waris.
Pembagian Harta Warisan Menurut Hubungan Perkawinan
Ahli waris dari golongan perkawinan yang dimaksud adalah mereka yang masih terikat status perkawinan, kemudian istri atau suami meninggal dunia. Artinya, cerainya adalah cerai mati. Bukan cerai hidup. Ahli waris menurut hubungan perkawinan ini terbagi atas:
1. Istri/Janda
Isti/Janda yang ditinggalkan suaminya berhak mendapatkan pembagian harta warisan dari pewaris. Menurut ketentuan, Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak maka janda mendapat seperdelapan bagian[10].
2. Suami/Duda
Di samping janda, duda juga berhak mendapatkan pembagian harta warisan apabila si istri meninggal terlebih dahulu. Menurut ketentuan, duda mendapat separuh bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian[11].
Apakah Harta Waris Harus Dibagi Seluruhnya?
Jawabannya tidak dengan ketentuan. Pengecualian dimaksud apabila si pewaris ternyata semasa hidupnya meninggalkan utang yang belum diselesaikannya. Di samping itu dikeluarkan pula biaya pemakaman serta wasiat yang dibolehkan (apabila ada).
Apabila pewaris meninggalkan istri atau suami—yang masih terikat perkawinan, maka terlebih dahulu dipisahkan dahulu antara harta bawaan (harta yang dipunyai sebelum menikah) dan harta bersama (harta yang diperoleh setelah pernikahan atau harta gono-gini).
Simpulan
Agar mempermudah bagian-bagian warisan untuk ahli waris, saya buat tabel berikut ini:
Ahli Waris | Penjelasan | Bagian Harta Waris | Dasar Hukum |
Anak Perempuan | Apabila anak perempuan sendirian (tidak ada anak dan cucu lain. Namun apabila dua atau anak perempuan tidak ada anak atau cucu laki-laki | 1/2 2/3 | Pasal 176 KHI |
Anak Laki-laki | Apabila anak laki-laki sendirian atau bersama anak atau cucu lain (laki-laki dan perempuan) | Sisa dari seluruh harta setelah dibagi pembagian lain. | Pasal 176 KHI |
Ayah Kandung | Apabila tidak terdapat anak atau cucu. Sementara apabila ayah kandung terdapat anak atau cucu. | 1/3 1/6 | Pasal 177 KHI |
Ibu Kandung | Bagian waris bagi Ibu Kandung apabila tidak terdapat anak atau cucu dan tidak ada dua saudara atau lebih dan tidak bersama ayah kandung. Apabila Ibu Kandung terdapat anak atau cucu atau ada dua saudara atau lebih dan tidak bersama ayah kandung. Akan tetapi, apabila Ibu Kandung tidak memiliki anak atau cucu serta tidak ada dua saudara atau lebih, tetapi bersama ayah kandung. | 1/3 1/6 Sepertiga (1/3) dari sisa sesudah diambil istri/janda atau suami/duda. | Pasal 178 KHI |
Saudara Laki-laki atau Perempuan Seibu | Apabila saudara laki-laki atau perempuan seibu itu sendirian, tidak terdapat anak atau cucu dan tidak ada ayah kandung. Sementara apabila Saudara laki-laki atau perempuan seibu terdiri dari dua orang atau lebih, tidak ada anak atau cucu dan tidak ada ayah kandung. | 1/6 1/3 | Pasal 181 KHI |
Saudara Perempuan Kandung atau Seayah | Apabila sendirian tidak ada anak atau cucu dan tidak ada ayah kandung. Sementara apabila terdapat dua orang lebih tidak ada anak atau cucu dan tidak ada ayah kandung. | 1/2 2/3 | Pasal 182 KHI |
Saudara Laki-laki Kandung atau Seayah | Ketika saudara laki-laki kandung atau seayah yang apabila dia sendirian atau bersama saudara lain dan tidak terdapat anak atau cucu serta tidak terdapat ayah kandung. | Pembagian harta warisan adalah sisa seluruh harta setelah dibagi pembagian lain. Artinya pembagian antara laki-laki dan perempuan 2 berbanding 1 | Pasal 182 KHI |
Cucu atau Keponakan | Cucu atau Keponakan ini menggantikan kedudukan orang tuanya yang menjadi ahli waris. Persyaratan berlaku sesuai kedudukan ahli waris yang diganti. Untuk itu, | Memperoleh harta warisan sesuai yang diganti kedudukannya sebagai ahli waris. | Pasal 185 KHI |
Istri/Janda | Apabila tidak ada anak atau cucu. Namun, apabila ada anak atau cucu. | 1/4 1/8 | Pasal 180 |
Suami/Duda | Apabila tidak terdapat anak atau cucu. Namun apabila terdapat anak atau cucu. | 1/2 1/4 | Pasal 179 KHI |
Demikian. Semoga bermanfaat.
[1] Lihat ketentuan Pasal 171 huruf a KHI
[2] Lihat ketentuan Pasal 171 huruf b KHI.
[3] Lihat ketentuan Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam.
[4] Pasal 171 huruf e KHI.
[5] Lihat ketentuan Pasal 176 KHI.
[6] Lihat ketentuan Pasal 176 KHI.
[7] Lihat ketentuan Pasal 177 KHI.
[8] Lihat Ketentuan Pasal 181 KHI.
[9] Lihat ketentuan Pasal 182 KHI.
[10] Lihat Ketentuan Pasal 180 KHI.
[11] Lihat Ketentuan Pasal 178 KHI.