Lompat ke konten

Langkah Hukum Jika Penyelenggara Pelayanan Publik Tidak Melakukan Kewajibannya

Bacaan 7 menit
langkah hukum jika penyelenggara pelayanan publik tidak melakukan kewajiban
Ilustrasi.

Salah satu kewajiban negara adalah melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya.  Kewajiban tersebut dilakukan dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat UUD 1945.

Namun demikian, begitu banyak masyarakat mengalami terkait dengan pelayanan yang dilakukan penyelenggara pelayanan sungguh mengecewakan. Untuk itulah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (selanjutnya disebut UU Nomor 25 Tahun 2009) dibuat—sebagai norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas terkait dengan pelayanan terhadap publik.

Artikel ini secara khusus membahas tentang pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintahan dan korporasi.

Apa itu Pelayanan Publik?

Sebelum membahas apa itu pelayanan publik, mari kita bedah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia apa itu “pelayanan” dan apa itu “publik”.

Pelayanan adalah:

  1. perihal atau cara melayani: selama ini tamu hotel itu tidak mendapat ~ yang semestinya
  2. usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang); jasa: yayasan itu bergerak dalam pemberian ~ jual beli tanah
  3. kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli barang atau jasa

Sementara Publik adalah orang banyak (umum); semua orang yang datang (menonton, mengunjungi, dan sebagainya): — merasa puas melihat pertunjukan itu

Sehingga, Pelayanan Publik adalah proses, cara perbuatan melayani orang banyak (umum).

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 25 Tahun 2009 menyebutkan:

Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik“.

Apa itu Penyelenggara Pelayanan Publik?

Penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik[1].

4 Penyelenggara Pelayanan Publik

Dari uraian di atas, penyelenggara pelayanan publik terdiri dari:

1. Institusi Penyelenggara Negara

Salah satu penyelenggara pelayanan publik adalah institusi penyelenggara negara. Menurut ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, Penyelenggara Negara meliputi:

  1. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;
  2. Menteri;
  3. Gubernur;
  4. Hakim;
  5. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
  6. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

2. Korporasi

Korporasi juga memiliki kewajiban terkait dengan pelayanan publik terhadap masyarakat.

3. Lembaga Independen

Lembaga independen dimaksud merupakan lembaga yang dibentuk berdasarkan undang-undang, antara lain Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komisi Penyiaran Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Lembaga yang oleh peraturan perundang-undangan ditetapkan sebagai lembaga yang menyelenggarakan pelayanan publik.

4. Badan Hukum Lain

Badan hukum lain dimaksud adalah badan hukum milik negara serta badan swasta, maupun perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Ruang Lingkup Pelayanan Publik

Menurut ketentuan Pasal 5 UU Nomor 25 Tahun 2009 ruang lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, yang meliputi  pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor lain yang terkait.

Pelayanan barang publik meliputi[2]:

  1. pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
  2. pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
  3. pengadaan dan penyaluran barang publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Sementara  pelayanan atas jasa publik meliputi[3]:

  1. penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
  2. penyediaan jasa publik oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
  3. penyediaan jasa publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Pelayanan administratif meliputi[4]:

  1. tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda.
  2. tindakan administratif oleh instansi nonpemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan.

Langkah Hukum Jika Penyelenggara Pelayanan Publik Tidak Melakukan Kewajibannya

Sekarang kita ke pembahasan inti: apa langkah hukum jika penyelenggara pelayanan publik tidak melaksanakan kewajibannya? Berikut ini penjabaran sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2009.

1. Pengaduan

Menurut ketentuan Pasal 40 UU No. 25 Tahun 2009 menyebutkan:

  1. Masyarakat berhak mengadukan penyelenggaraan pelayanan publik kepada Penyelenggara, ombudsman, dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
  2. Masyarakat yang melakukan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijamin hak-haknya oleh peraturan perundang-undangan.
  3. Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
  4. Penyelenggara yang tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melanggar larangan; dan
  5. Pelaksana yang memberi pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan.

Perlu diketahui bahwa pengaduan diajukan oleh setiap orang yang dirugikan atau oleh pihak lain yang menerima kuasa untuk mewakilinya. Pengaduan dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak pengadu menerima pelayanan.

Pengaduan disampaikan secara tertulis, yang dapat disertai dengan bukti-bukti pendukung yang memuat:

  • nama dan alamat lengkap;
  • uraian pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan dan uraian kerugian materiil atau immateriil yang diderita;
  • permintaan penyelesaian yang diajukan; dan
  • tempat, waktu penyampaian, dan tanda tangan.

Pengadu dapat memasukkan tuntutan ganti rugi dalam surat pengaduannya dan dalam keadaan tertentu, nama dan identitas pengadu dapat dirahasiakan.

Penerimaan Pengaduan

Penyelenggara dan/atau ombudsman wajib memberikan tanda terima pengaduan. sekurang-kurangnya memuat[5]:

  • identitas pengadu secara lengkap;
  • uraian pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan;
  • tempat dan waktu penerimaan pengaduan; dan
  • tanda tangan serta nama pejabat/pegawai yang menerima pengaduan.

Penyelenggara dan/atau ombudsman wajib menanggapi pengaduan masyarakat paling lambat 14 (empat belas) hari sejak pengaduan diterima yang sekurang-kurangnya berisi informasi lengkap atau tidak lengkapnya materi aduan[6]. Apabila materi aduan tidak lengkap, pengadu melengkapi materi aduannya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh).

Penyelesaian Pengaduan oleh Ombudsman

  1. Ombudsman wajib menerima dan berwenang memproses pengaduan dari masyarakat mengenai penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan Undang-Undang ini[7].
  2. Ombudsman wajib menyelesaikan pengaduan masyarakat apabila pengadu menghendaki penyelesaian pengaduan tidak dilakukan oleh Penyelenggara[8].
  3. Ombudsman wajib melakukan mediasi dan konsiliasi dalam menyelesaikan pengaduan atas permintaan para pihak[9].

Penyelesaian Pengaduan oleh Penyelenggara Pelayanan Publik

Apabila pengaduan diajukan kepada penyelenggara, maka berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 47 sampai dengan Pasal 50 UU No. 25 Tahun 2009 sebagai berikut.

  1. Penyelenggara wajib memeriksa pengaduan dari masyarakat mengenai pelayanan publik yang diselenggarakannya.
  2. Proses pemeriksaan untuk memberikan tanggapan pengaduan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Penyelenggara.
  3. Dalam memeriksa materi pengaduan, Penyelenggara wajib berpedoman pada prinsip independen, nondiskriminasi, tidak memihak, dan tidak memungut biaya.
  4. Penyelenggara wajib menerima dan merespons pengaduan.
  5. Dalam hal pengadu keberatan dipertemukan dengan pihak teradu karena alasan tertentu yang dapat mengancam atau merugikan kepentingan pengadu, dengar pendapat dapat dilakukan secara terpisah.
  6. Dalam hal pengadu menuntut ganti rugi, pihak pengadu menguraikan kerugian yang ditimbulkan akibat pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan.
  7. Dalam melakukan pemeriksaan materi pengaduan, Penyelenggara wajib menjaga kerahasiaan. Kewajiban menjaga kerahasiaan tidak gugur setelah pimpinan Penyelenggara berhenti atau diberhentikan dari jabatannya.
  8. Penyelenggara wajib memutuskan hasil pemeriksaan pengaduan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak berkas pengaduan dinyatakan lengkap, yang keputusannya wajib disampaikan kepada pihak pengadu paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diputuskan.
  9. Dalam hal pengadu menuntut ganti rugi, keputusan memuat jumlah ganti rugi dan batas waktu pembayarannya.
  10. Penyelenggara wajib menyediakan anggaran guna membayar ganti rugi.
  11. Dalam hal penyelesaian ganti rugi, ombudsman dapat melakukan mediasi, konsiliasi, dan ajudikasi khusus.

2. Gugatan ke Pengadilan

Di samping melakukan pengaduan sebagaimana di atas, juga dapat melakukan upaya hukum melalui pengadilan dalam bentuk gugatan. Hal ini ditegaskan dalam ketentuan Pasal 51 sampai dengan Pasal 53 UU No. 25 Tahun 2009.

  1. Masyarakat dapat menggugat Penyelenggara atau Pelaksana melalui peradilan tata usaha negara apabila pelayanan yang diberikan menimbulkan kerugian di bidang tata usaha negara.
  2. Dalam hal Penyelenggara melakukan perbuatan melawan hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, masyarakat dapat mengajukan gugatan terhadap Penyelenggara ke pengadilan.
  3. Pengajuan gugatan terhadap penyelenggara tidak menghapus kewajiban penyelenggara untuk melaksanakan keputusan ombudsman dan/atau Penyelenggara.
  4. Pengajuan gugatan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3. Laporan Pidana

  1. Dalam hal Penyelenggara diduga melakukan tindak pidana dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, masyarakat dapat melaporkan Penyelenggara kepada pihak berwenang.
  2. Laporan tidak menghapus kewajiban Penyelenggara untuk melaksanakan
    keputusan ombudsman dan/atau Penyelenggara

Penutup

Dari uraian di atas, bisa disimpulkan apabila ternyata pelayanan publik tidak ditanggapi upaya yang dapat dilakukan yaitu buat pengaduan, mengajukan gugatan, atau laporan pidana.

Demikian. Semoga bemanfaat.


[1] Lihat Ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Nomor 25 Tahun 2009.

[2] Lihat Ketentuan Pasal 5 ayat (3) UU Nomor 25 Tahun 2009.

[3] Lihat Ketentuan Pasal 5 ayat (4) UU Nomor 25 Tahun 2009.

[4] Lihat Ketentuan Pasal 5 ayat (7) UU Nomor 25 Tahun 2009.

[5] Lihat Ketentuan Pasal 44 ayat (1) dan (2) UU No. 25 Tahun 2009.

[6] Lihat Ketentuan Lihat Ketentuan Pasal 44 ayat (3) UU No. 25 Tahun 2009.

[7] Lihat Ketentuan Pasal 46 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2009.

[8] Lihat Ketentuan Pasal 46 ayat (2) UU No. 25 Tahun 2009.

[9] Lihat Ketentuan Pasal 46 ayat (5) UU No. 25 Tahun 2009.

Tinggalkan Balasan