Lompat ke konten

10 Proses Persidangan Tata Usaha Negara

Bacaan 9 menit
proses persidangan tata usaha negara

Proses persidangan tata usaha negara (PTUN) akan mempengaruhi penyelesaian gugatan di pengadilan . Dalam sengketa TUN, ada beberapa tahapan yang harus dilalui para pihak hingga mendapatkan putusan akhir. Proses ini ditulis berdasarkan pengalaman dan pengetahuan saya, yang ditunjang dengan peraturan perundang-undangan yang terkait.

Hukum acara di Pengadilan Tata Usaha Negara dengan Pengadilan lain berbeda. Beberapa saja yang berbeda. Ada persamaan-persamaan. Sebagian hukum acara peradilan TUN diadopsi dari hukum acara perdata.

Artikel ini, membahas bagaimana sih proses persidangan tata usaha negara itu? Apakah sama dengan peradilan lain? Mengenai ada persamaan atau perbedaan, Anda dapat menyimpulkan setelah membaca hingga selesai.

Artikel ini juga dikhususkan bagi masyarakat yang ingin mengajukan gugatan sendiri tanpa didampingi atau diwakili oleh Kuasa Hukum.

10 Proses Persidangan Tata Usaha Negara

Tahapan atau proses persidangan tata usaha negara dimaksud antara lain:

  1. Dismissal Process
  2. Pemeriksaan Persiapan
  3. Pembacaan Gugatan
  4. Jawaban
  5. Replik
  6. Duplik
  7. Pembuktian Para Pihak
  8. Pemeriksaan Setempat
  9. Simpulan Para Pihak
  10. Putusan

Sebelum membahas proses persidangan tata usaha negara di atas, terlebih dahulu artikel ini membahas tentang proses dan persidangan.

Apa itu Proses?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Proses adalah:

  1. runtunan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu:— kemajuan sosial berjalan terus; — kimia reaksi kimia; — penyakit;
  2. rangkaian tindakan, pembuatan, atau pengolahan yang menghasilkan produk;
  3. perkara dalam pengadilan: sedang dalam — pengadilan.

Persidangan merupakan perihal bersidang.

Proses Persidangan Tata Usaha Negara

Untuk itu, simak 10 proses persidangan tata usaha negara berikut ini.

1. Dismissal Process

Proses persidangan tata usaha negara yang pertama adalah dismissal process atau proses dismissal. Setelah Anda mendaftarkan gugatan ke pengadilan, maka selanjutnya berkas-berkas tersebut diproses sesuai ketentuan. Setelahnya, Ketua Pengadilan TUN melakukan Dismissal Process.

Apa yang dimaksud Dismissal Process?

Dalam ketentuan Pasal 62 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU 5/1986) menyebutkan bahwa:

Dalam rapat permusyawaratan, Ketua Pengadilan berwenang memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, dalam hal“:

  1. pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan.
  2. syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah diberi tahu dan diperingatkan.
  3. gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak.
  4. apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat.

Tahap ini dapat disebut sebagai Dissmisal proses. Indroharto menyebutkan, tahap ini adalah tahap  … suatu masa atau periode penelitian dan pemeriksaan di mana suatu gugatan atau perkara yang masuk itu dibuat masuk untuk dapat diperiksa dan disidangkan di muka sidang yang terbuka untuk umum.[1]

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa dismissal process merupakan kewenangan Ketua Pengadilan TUN yang diberikan oleh undang-undang kepadanya. Kewenangan tersebut dimaksudkan untuk menyeleksi perkara-perkara yang dianggap layak atau tidak layak untuk disidangkan.  

Di samping itu, untuk menghindari sesuatu yang tidak diperlukan. Misalnya menghabiskan waktu, biaya, dan tenaga.

Apabila dalam dismissal process tersebut, ternyata Ketua Pengadilan tidak menerima gugatan, maka dikeluarkan penetapan.

Sebagaimana telah diatur dalam Surat Mahkamah Agung RI Nomor 222/Td.TUN/X/1993, tanggal 14 Oktober 1993 Perihal: Juklak, yang menentukan:

“… Agar ketua pengadilan tidak terlalu mudah menggunakan Pasal 62 kecuali mengenai Pasal 62 ayat 1 huruf  a. Penetapan dismissal diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum”.

Dalam beberapa kasus, gugatan penggugat tidak dapat diterima dalam proses dismissal ini. Atas tidak diterimanya gugatan tersebut, upaya apa yang mesti dilakukan?

Upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan perlawanan terhadap keputusan dismissal Ketua PTUN. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 62 ayat (3) UU 5/1986, yang menentukan:

Terhadap penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diajukan perlawanan kepada Pengadilan dalam tenggang waktu empat belas hari setelah diucapkan”.

2. Pemeriksaan Persiapan

Yang akan dihadapi dalam proses persidangan tata usaha negara selanjutnya adalah pemeriksaan persiapan. Apabila gugatan lolos dismissal proses, maka alur selanjutnya adalah pemeriksaan persiapan.

Pemeriksaan persiapan ini dilakukan sebelum dilakukan pemeriksaan pokok perkara. Hal ini wajib dilakukan oleh Hakim yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan—untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas.

Tujuan pemeriksaan persiapan adalah untuk mematangkan perkara. Segala sesuatu yang akan dilakukan dari jalan pemeriksaan tersebut diserahkan kearifan dan kebijaksanaan Ketua Majelis. Oleh karena itu dalam pemeriksaan persiapan memanggil Penggugat untuk menyempurnakan gugatan.

Demikian juga Majelis hakim akan memanggil Tergugat guna dimintai keterangan atau penjelasan mengenai keputusan yang digugat. Hal ini tidak selalu harus didengar secara terpisah.

Hal ini jelas tertuang dalam ketentuan Pasal 63 ayat (1) dan (2) UU 5/1986 yang menyebutkan:

Ayat (1): “Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Hakim wajib mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas“.

Ayat (2): “Dalam pemeriksaan persiapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim“:

  1. wajib memberi nasihat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu tiga puluh hari;
  2. dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan.

Pemeriksaan persiapan dilakukan di ruangan musyawarah dalam sidang tertutup untuk umum , tidak harus di ruangan sidang, bahkan dapat pula dilakukan di dalam kamar kerja hakim tanpa toga. Proses persidangan tata usaha negara berupa pemeriksaan persiapan dapat pula dilakukan oleh hakim anggota yang ditunjuk oleh ketua majelis sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh ketua majelis.

Menurut Yodi Martono Wahyunadi[2] yang dimaksud Pasal 63 ayat (2) huruf b UU 5/1986 adalah tidak terbatas hanya kepada Badan/Pejabat TUN yang digugat, tetapi boleh juga terhadap siapa saja yang bersangkutan dengan data-data yang diperlukan untuk mematangkan perkara itu.

3. Pembacaan Gugatan

Setelah pemeriksaan persiapan selesai dan gugatan dianggap sempurna oleh hakim, maka selanjutnya pemeriksaan persidangan yang terbuka untuk umum. Sidang tersebut didahului dengan pembacaan gugatan .

Pembacaan gugatan diatur melalui ketentuan Pasal 74 ayat (1)UU 5/1986:

Pemeriksaan sengketa dimulai dengan membacakan isi gugatan dan surat yang memuat jawabannya oleh Hakim Ketua Sidang, dan jika tidak ada surat jawaban, pihak tergugat diberi kesempatan untuk mengajukan jawabannya”.

Dalam praktik yang ada, ketika dalam pemeriksaan persiapan, para pihak telah hadir semuanya, maka pengadilan tidak lagi memanggil melalui surat panggilan sidang yang terbuka untuk umum. Karena dalam pemberitahuan sidang saat pemeriksaan persiapan tersebut—yang telah disepakati bersama merupakan panggilan resmi pengadilan, sehingga tidak lagi dilakukan pemanggilan melalui surat tercatat.

Berbeda hal apabila ada salah satu pihak tidak hadir, maka pengadilan wajib memanggil dengan surat tercatat untuk hadir di persidangan yang terbuka untuk umum.

Apakah Penggugat masih dapat mengubah dalil gugatannya, padahal telah melalui proses pemeriksaan persiapan? Menurut ketentuan Pasal 75 ayat (1) UU 5/1986:

Penggugat dapat mengubah alasan yang mendasari gugatan hanya sampai dengan replik, asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan tergugat, dan hal tersebut harus saksikan oleh Hakim.”

4. Jawaban

Proses persidangan tata usaha negara selanjutnya adalah jawaban. Jawaban merupakan hak tergugat. Mengenai jawaban ini, juga diatur dalam ketentuan Pasal 74 ayat (1) UU 5/1986. Apabila pada saat pembacaan gugatan, tergugat belum mengajukan jawaban, maka diberikan kesempatan terhadapnya.

Dalam jawaban, dapat memuat dua poin utama yaitu eksepsi dan pokok perkara. Mengenai eksepsi telah diatur dalam ketentuan Pasal 77 UU 5/1986, yang mencakup:

  1. Eksepsi tentang kewenangan absolut pengadilan.
  2. Eksepsi kewenangan relatif pengadilan.
  3. Eksepsi lain yang tidak mengenai kewenangan pengadilan.

Eksepsi lain yang dimaksud adalah kondisional. Maksudnya adalah, apabila gugatan yang diajukan disinyalir terdapat cacat formil. Eksepsi lain ini mencakup:

  1. Gugatan kedaluwarsa atau telah melewati tenggang waktu .
  2. Gugatan prematur atau belum waktunya diajukan ke pengadilan.
  3. Penggugat tidak berkualitas atau tidak memiliki legal standing.

Apakah tergugat dapat mengubah jawabannya? Menurut ketentuan Pasal 75 ayat (2) UU 5/1986:

Tergugat dapat mengubah alasan yang mendasari jawabannya hanya sampai dengan duplik, asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan penggugat dan hal tersebut harus dipertimbangkan dengan saksama oleh Hakim.”

5. Replik

Proses persidangan tata usaha negara selanjutnya adalah replik. Replik merupakan hak dari penggugat.

Apa yang dimaksud Replik? Secara sederhana, Replik adalah jawaban Penggugat terhadap jawaban tergugat. Replik ini untuk meneguhkan kembali gugatannya.

6. Duplik

Duplik adalah hak Tergugat. Secara sederhana, Duplik adalah jawaban tergugat terhadap replik yang diajukan penggugat.

Perlu digarisbawahi, pembacaan gugatan, jawaban, replik, duplik—yang merupakan agenda jawab jinawab dilakukan secara elektronik. Artinya, penyerahan dan pembacaan ketiga agenda tersebut dilakukan secara online—tanpa hadir di ruang persidangan.

Hal ini telah diatur melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik. Kemudian diganti dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik.

Sehingga proses persidangan tata usaha negara sama dengan proses persidangan perdata , dalam konteks persidangan secara elektronik.

7. Pembuktian Para Pihak

Alat bukti dalam perdata, hampir sama dengan tata usaha negara. Dalam acara perdata, bukti mencakup surat, saksi, pengakuan, sumpah, dan persangkaan hakim.

Pembuktian dalam proses persidangan tata usaha negara diatur melalui Pasal 100 UU 5/1986, yang menentukan:

Alat bukti dalam sengketa TUN yaitu sebagai berikut:

  1. Surat atau tulisan.

Surat sebagai alat bukti terdiri atas tiga jenis, yaitu[3]:

  • akta autentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum, yang menurut peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat itu dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya.
  • akta di bawah tangan, yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya.
  • surat-surat lainnya yang bukan akta.

2. Keterangan ahli[4].

Ahli adalah pendapat orang yang diberikan di bawah sumpah dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya.

Seseorang yang tidak boleh di dengar sebagai saksi berdasarkan Pasal 88.

3. Keterangan saksi.

Keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti apabila keterangan itu berkenaan dengan hal yang dialami, dilihat, atau didengar oleh saksi sendiri.[5]

4. Pengakuan para pihak.

Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh Hakim[6].

5. Pengetahuan Hakim.

Pengetahuan Hakim adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya.[7]

Sementara keadaan yang telah diketahui oleh umum, tidak perlu dibuktikan.

Adakalanya, Hakim meminta pembuktian surat dilakukan para pihak secara bersamaan. Namun ada juga yang memeriksa bukti dari penggugat terlebih dahulu kemudian bukti tergugat.

Pada umumnya, proses persidangan tata usaha negara dengan acara pembuktian mencakup tiga hal: pertama, bukti surat. Kedua, saksi apabila ada. Ketiga, ahli apabila ada.

6. Bukti Elektronik

Perlu pula diketahui, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016, ada penambahan alat bukti. Alat bukti dimaksud adalah alat bukti elektronik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Lebih khusus, dapat dilihat ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan (2):

Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah dan sesuai hukum acara yang berlaku di Indonesia”.

8. Pemeriksaan Setempat

Pemeriksaan setempat diperlukan apabila objek sengketa yang dipermasalahkan menyangkut tanah atau benda tidak bergerak lainnya. Pemeriksaan setempat ini dilakukan agar hakim mendapatkan penjelasan yang detail mengenai sengketa.

Namun sekali lagi, pemeriksaan setempat bersifat kasuistik dalam proses persidangan tata usaha negara.

9. Simpulan Para Pihak

Sama halnya dengan hukum acara perdata, proses persidangan tata usaha negara juga terdapat simpulan para pihak. Setelah agenda pembuktian para pihak selesai, maka dilanjutkan dengan agenda simpulan.

Proses persidangan tata usaha negara untuk simpulan ini diatur melalui Pasal 97 ayat (1) UU 5/1986:

Dalam hal pemeriksaan sengketa sudah diselesaikan, kedua belah pihak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat yang terakhir berupa kesimpulan masing-masing”.

10. Putusan

Proses persidangan tata usaha negara yang terakhir adalah putusan. Setelah kedua belah pihak mengemukakan simpulan, maka Hakim Ketua Sidang menyatakan bahwa sidang ditunda untuk memberikan kesempatan kepada Majelis Hakim bermusyawarah dalam ruangan tertutup untuk mempertimbangkan segala sesuatu guna putusan sengketa tersebut.

Setelah bermusyawarah dan menentukan sikap, maka sikap tersebut dituankan dalam putusan. Putusan Pengadilan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Tidak diucapkannya putusan dalam sidang terbuka untuk umum mengakibatkan putusan Pengadilan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

Putusan akhir PTUN dapat berupa:

  1. Gugatan penggugat ditolak.
  2. Gugatan penggugat dikabulkan.
  3. Gugatan penggugat tidak diterima.
  4. Gugatan penggugat gugur.

Untuk simpulan para pihak dan putusan, juga dilakukan secara elektronik. Sehingga para pihak tidak perlu menghadiri proses persidangan tata usaha negara. Cukup memeriksa melalui Aplikasi e-Court Mahkamah Agung.

Simpulan

Sebagai simpulan, setidaknya ada 10 proses persidangan tata usaha negara ini yang harus dilalui. Pertama, dismissal prosces. Proses ini dilakukan oleh Ketua PTUN untuk menentukan layak tidaknya suatu gugatan diajukan kepadanya.

Kedua, pemeriksaan persiapan. Proses ini dilakukan untuk memberikan saran atau masukan kepada penggugat untuk memperbaiki surat kuasa atau gugatan apabila dianggap perlu. Di samping itu, untuk meminta keterangan kepada tergugat mengenai objek sengketa.

Ketiga, pembacaan gugatan. Keempat, jawaban dari tergugat. Kelima, replik. Keenam, duplik. Ketujuh, bukti para pihak, baik bukti surat, saksi, atau ahli yang diajukan ke persidangan. Kedelapan, pemeriksaan setempat—apabila sengketa yang diajukan menyangkut tanah.

Kesembilan, simpulan para pihak yang dilakukan secara online. Kesepuluh, sikap dan putusan hakim terhadap sengketa yang diajukan kepadanya.  

Jadi, sudah siapkah Anda mengikuti segala proses persidangan tata usaha negara?

Demikian. Semoga bermanfaat.


[1] Indroharto , Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku II, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta: Cetakan IV, 1993, hlm. 81.

[2] Yodi Martono Wahyunadi, Prosedur Beracara Di Tingkat Pengadilan Tata Usaha Negara, Artikel., hlm. 5.

[3] Lihat Pasal 101 UU 5/1986 tentang Peratun.

[4] Lihat Pasal 102 UU 5/1986 tentang Peratun.

[5] Lihat Pasal 104 UU 5/1986 tentang Peratun.

[6] Lihat Pasal 105 UU 5/1986 tentang Peratun.

[7] Lihat Pasal 106 UU 5/1986 tentang Peratun.

Tinggalkan Balasan