Salah satu perbedaan pengajuan gugatan perdata ↗ dengan tata usaha negara adalah mengenai tenggang waktu. Hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara mengatur secara tegas tenggang waktu gugatan TUN. Sehingga banyak masyarakat yang berkepentingan kecewa, karena terbatasnya tenggang waktu.
Artikel kali ini membahas tentang tenggang waktu gugatan TUN. Mulai dari pengertian, aturan dasarnya, hingga beberapa kali dilakukan uji materi di Mahkamah Konstitusi.
Setiap mengajukan gugatan ada persyaratan yang mesti dipenuhi. Terutama dari sisi formil gugatan. Mencakup batas waktu pengajuan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Batas waktu termasuk bagian dari syarat formil gugatan. Pertanyaan kemudian muncul, adakah tenggang mengajukan gugatan TUN? Simak ulasannya!
Daftar Isi
Pengertian Tenggang Waktu Gugatan TUN
Bahasa lain batas waktu adalah tenggang waktu. Dalam bahasa Wikipedia ↗ [1] disebut tenggat. Tenggat atau batas waktu adalah istilah yang digunakan untuk menentukan batas akhir melakukan sesuatu …
Dalam Kamus KBBI[2], ada beberapa pengertian batas. KBBI menyebutkan, “batas” merupakan ketentuan yang tidak boleh dilampaui.
Sementara “waktu”[3] diartikan 1) seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung. 2) lamanya (saat yang tertentu). 3) saat yang tertentu untuk melakukan sesuatu. 4) kesempatan; tempo; peluang. 5) ketika, saat. 6) hari (keadaan hari).
Namun pada artikel kali ini, saya menggunakan bahasa undang-undang, yaitu tenggang waktu.
Pengertian Gugatan TUN
Sebelum kita membahas lebih dalam, alangkah baiknya kita sama-sama mengerti apa itu gugatan ↗.
Ada beberapa ahli yang mengartikan gugatan itu seperti apa. Yahya Harahap[4] misalnya, memberikan pengertian bahwa gugatan mengandung sengketa di antara kedua belah pihak atau lebih. Permasalahan yang diajukan dan diminta untuk diselesaikan dalam gugatan merupakan sengketa atau perselisihan di antara para pihak. Penyelesaian sengketa di pengadilan ↗ ini melalui proses sanggah-menyanggah dalam bentuk replik dan duplik.
Dalam pengertian perundang-undangan ↗, saya merujuk kepada Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PERATUN).
“Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan diajukan ke Pengadilan untuk mendapatkan putusan”.
Dapat diartikan, gugatan merupakan suatu tuntutan yang diajukan Penggugat kepada Tergugat melalui pengadilan.
Pengertian PTUN
Dalam artikel Peradilan Tata Usaha Negara ↗ telah disebutkan sebelumnya mengenai pengertian PTUN.
“Peradilan tata usaha Negara adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa tata usaha Negara.”
Peradilan Tata Usaha Negara berada di bawah Mahkamah Agung, selain dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, dan Pengadilan Militer.
Tenggang Waktu Gugatan TUN
Artikel kali ini, lebih spesifik membahas tenggang waktu gugatan TUN. Apakah benar ada tenggang waktu pengajuan gugatan?
Untuk mengurai hal di atas, perlu kiranya mengidentifikasi pengaturan tentang tenggang waktu gugatan TUN.
UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peratun
Rujukan utama mengenai hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara adalah UU Peratun beserta perubahannya. Dalam peraturan Peratun, kita bisa menjumpai bagaimana syarat formil gugatan. Salah satu di antaranya adalah ketentuan tenggang waktu.
Mengenai ketentuan tenggang waktu, kita bisa melihatnya dalam Pasal 55, yang selengkapnya berbunyi:
“Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara”.
Dalam penjelasannya, Pasal 55 tersebut mengurai lebih rinci sebagai berikut:
“Bagi pihak yang namanya tersebut dalam Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat, maka tenggang waktu sembilan puluh hari itu dihitung sejak hari diterimanya Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat“.
Dalam hal yang hendak digugat itu merupakan keputusan menurut ketentuan:
- Pasal 3 ayat (2), tenggang waktu sembilan puluh hari itu dihitung setelah lewatnya tenggang waktu yang ditentukan dalam peraturan dasarnya, yang dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan yang bersangkutan.
- Pasal 3 ayat (3), maka tenggang waktu sembilan puluh hari itu dihitung setelah lewatnya batas waktu empat bulan yang dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan yang bersangkutan.
Dalam hal peraturan dasarnya menentukan bahwa suatu keputusan itu harus diumumkan, maka tenggang waktu sembilan puluh hari itu dihitung sejak hari pengumuman tersebut.
Dari uraian di atas, dapat kita ambil simpulan bahwa, gugatan dapat diajukan dalam tenggang waktu 90 hari sejak diterima atau diumumkan keputusan tata usaha negara ↗.
Apa maksudnya? Perhitungan menggunakan waktu kalender. Jadi, sejak subjek hukum yang disebutkan dalam keputusan menerimanya, sejak saat itu perhitungan waktunya.
Misalnya, Bapak Jukno menerima SK pemberhentian sebagai ASN ↗ tanggal 1 Agustus 2021, maka terhitung sejak tanggal tersebut perhitungan 90 hari.
Namun, berbeda halnya ketika Bapak Jukno melakukan upaya administratif. Perhitungan 90 hari dibantarkan. Sejak saat Bapak Jukno melakukan upaya administratif.
Bagaimana dengan Pihak Ketiga yang tidak disebutkan dalam keputusan tata usaha negara ↗ dimaksud?
Penjelasan di atas sudah sangat jelas. Lebih lanjut, baca hingga tuntas.
SEMA Nomor 2 Tahun 1991
Penjelasan lebih lanjut mengenai ketentuan Pasal 55 dalam UU Peratun di atas, terdapat dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1991. SEMA ini mengatur tentang Petunjuk Pelaksanaan Beberapa Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang PERATUN.
Pada angka romawi V menjelaskan tentang Pasal 55 UU Peratun, yang berbunyi:
“Penghitungan tenggang waktu sebagaimana dimaksud pasal 55 terhenti/ditunda (geschorst) pada waktu gugatan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara yang berwenang”.
Sehubungan dengan pasal 62 ayat (6) dan pasal 63 ayat (4), maka gugatan baru hanya dapat diajukan dalam sisa tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada butir 1.
Bagi mereka yang tidak dituju oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara tetapi yang merasa kepentingannya dirugikan maka tenggang waktu sebagaimana dimaksud Pasal 55 dihitung secara kasuistik sejak saat ia merasa kepentingannya dirugikan oleh Keputusan Tata Usaha Negara dan mengetahui adanya keputusan tersebut.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2018
Pengaturan tenggang waktu gugatan TUN dapat juga kita lihat dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemerintahan Setelah Menempuh Upaya Administratif.
Pasal 5 Perma tersebut menyebutkan:
Ayat (1): Tenggang waktu pengajuan gugatan di Pengadilan dihitung 90 (sembilan puluh) hari sejak keputusan atas upaya administratif diterima oleh warga masyarakat atau diumumkan oleh Badan/Pejabat Administrasi Pemerintahan yang menangani penyelesaian upaya administratif;
Ayat (2): Pihak ketiga ↗ yang tidak dituju oleh keputusan hasil tindak lanjut upaya administratif tenggang waktu pengajuan gugatan di pengadilan dihitung sejak yang bersangkutan pertama kali mengetahui keputusan tata usaha negara yang merugikan kepentingannya.
Perma di atas spesifik mengatur tentang keputusan hasil upaya administratif.
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2021
Dalam artikel Tenggang Waktu Upaya Administratif ↗ dalam sengketa TUN, terdapat poin penting yang mengatur soal tenggang waktu gugatan TUN. Poin penting dimaksud antara lain:
Pertama, tenggang waktu upaya administratif. Kedua, pembantaran tenggang waktu. Ketiga, tenggang waktu gugatan PMH oleh Penguasa. Keempat, tidak dibatasi tenggang waktu.
Mengenai tidak dibatasi tenggang waktu dimaksud adalah gugatan oleh pemilik yang haknya telah ditetapkan oleh putusan hakim perdata.
Pengujian Pasal 55 UU Peratun
Mahkamah Konstitusi telah beberapa kali menerima judicial review ↗ atau permohonan pengujian Pasal 55. Pertama kali terjadi pada 2007. Selanjutnya tahun 2015. Selengkapnya di bawah ini.
Putusan Nomor 1/PUU-V/2007
Sepanjang pengetahuan saya, Mahkamah Konstitusi pertama kali memeriksa permohonan pengujian Pasal 55 terjadi pada 2007. Pihak yang mengajukan permohonan adalah Drs. H. ENDO SUHENDO.
Dalam permohonannya, Drs. H. ENDO SUHENDO mendalilkan bahwa hak konstitusionalnya yang dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 telah dirugikan atas berlakunya ketentuan Pasal 55 UU Peratun. Namun, Mahkamah Konstitusi memberikan beberapa pertimbangan.
Menurut Mahkamah: “Setiap undang-undang yang menyangkut keputusan tata usaha negara (beschikking), selalu ditentukan mengenai tenggang waktu gugatan TUN“. Mahkamah menambahkan, hal itu justru untuk memberikan kepastian hukum (rechtszekerheid).
Dalam putusan akhir, Mahkamah Konstitusi tidak menerima permohonan Pemohon.
Putusan Nomor 57/PUU-XIII/2015
Pengujian tenggang waktu gugatan TUN juga terjadi pada 2015. Bertindak selaku Pemohon dalam pengujian ini adalah Jack Lourens Vallentino Kastanya, SH. Menurutnya, muatan Pasal 55 UU Peratun kurang memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum.
Jack Lourens Vallentino Kastanya, SH berpendapat, dalam hal menguji surat keputusan dibatasi waktu dan ruang, sehingga Pasal 55 a quo bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah secara mutatis mutandis mengikuti pertimbangan hukum Putusan Nomor 1/PUU-V/2007, sehingga pengujian Pemohon dinyatakan tidak beralasan hukum.
Putusan Nomor 76/PUU-XIII/2015
Tidak habis-habisnya masyarakat yang memohon pengujian terkait dengan tenggang waktu gugatan TUN ini. Dalam Putusan Nomor 76/PUU-XIII/2015, selaku pihak Pemohon adalah Demmy Pattikawa.
Menurutnya, Pasal 55 lahir pada era hak warga negara yang lemah kurang mendapat perhatian, sehingga bertentangan dengan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945.
Pertimbangan Mahkamah merujuk pada Putusan Nomor 57/PUU-XIII/2015, yang secara ringkas saya kutip berikut ini:
“… pembatasan sampai kapan keputusan/penetapan tata usaha negara dapat digugat di pengadilan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 55 UU Peradilan TUN merupakan pilihan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) pembentuk undang-undang yang berlaku bagi seluruh warga negara Indonesia, sehingga tidak bersifat diskriminatif, karena pasal a quo tidak memperlakukan secara berbeda terhadap hal yang sama.”
Mahkamah Konstitusi lagi-lagi menolak permohonan uji materi tenggang waktu gugatan TUN ini.
Simpulan
Poin penting dalam artikel ini adalah tentang tenggang waktu gugatan TUN. Telah diuraikan di atas, bahwa gugatan harus memenuhi tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari kalender. Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 55 UU Peratun.
“Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara”.
Persyaratan formil tersebut tidak bisa ditawar-tawar.
Sudah Tahu Tenggang Waktu Gugatan TUN?
Dari penjelasan-penjelasan di atas, bahkan telah beberapa kali diajukan uji materi terhadap ketentuan Pasal 55 UU Peratun. Tenggang waktu gugatan TUN adalah mutlak 90 hari sejak diketahui atau diumumkan.
Jadi, sudah tahu, kan tenggang waktu gugatan TUN ini?
Semoga bermanfaat.
Baca Juga: Kewenangan PTUN Mengadili Perkara Fiktif Positif ↗
[1] Lihat di: https://id.wikipedia.org/wiki/Tenggat
[2] Lihat di: https://kbbi.web.id/batas
[3] Lihat di: https://kbbi.web.id/waktu
[4] Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan., Sinar Grafika., Jakarta: 2005., hlm. 46.