Banyak dari kita sering mendengar asas lex specialis derogat leg generali. Namun belum semuanya memahami sebenarnya apa yang dimaksud asas tersebut dan apa contohnya.
Melalui artikel ini, saya ingin membahas tentang asas lex specialis derogat leg generali. Bukan hanya itu saja, tulisan ini juga akan menuliskan contoh asas lex specialis derogat leg generali. Di samping itu mencantumkan putusan pengadilan ↗.
Daftar Isi
Apa itu Asas Lex Specialis Derogat Leg Generali?
Asas lex specialis derogat leg generali adalah suatu peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus mengesampingkan ketentuan perundang-undangan yang bersifat umum.
Pengertian ini juga dapat dijumpai dalam Wikipedia ↗, yang menyebutkan bahwa Lex specialis derogat legi generali adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).
Wakil Menkumham, Eddy OS Hiariej berpendapat bahwa:
“Dilihat dari perspektif politik hukum pidana (penal policy), eksistensi asas “lex specialis derogat legi generali” sebenarnya merupakan asas hukum yang menentukan dalam tahap aplikasi. Tahap ini merupakan tahap penerapan peraturan perundang-undangan ↗ pidana yang telah dilanggar terhadap peristiwa kongkret (ius operatum) melalui proses penegakan hukum. Oleh karena itu, asas “lex specialis” ini menjadi penting bagi aparat penegak hukum ketika akan menerapkan peraturan perundang-undangan pidana terhadap perkara pidana yang ditanganinya.
Penerapan Asas Lex Specialis Derogat Leg Generali
Bagir Manan[1] berpendapat terkait dengan pedoman penerapan menerapkan asas lex specialis derogat legi generali, antara lain:
- Ketentuan yang didapati dalam aturan hukum umum tetap berlaku, kecuali yang diatur khusus dalam aturan hukum khusus tersebut;
- Ketentuan lex specialis harus sederajat dengan ketentuan lex generalis. Misalnya, undang-undang dengan undang-undang;
- Ketentuan lex specialis harus berada dalam lingkungan hukum (rezim) yang sama dengan lex generalis. Misalnya Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUH Dagang) merupakan lex specialis dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), karena berada dalam lingkungan hukum yang sama, yaitu lingkungan hukum keperdataan.
Contoh Asas Lex Specialis Derogat Leg Generali
Agar memperluas pembahasan dalam artikel ini, saya ingin mengemukakan contoh. Contoh dimaksud bisa dalam bentuk hukum pidana maupun Tata Usaha Negara ↗ dalam konteks penggunaan asas lex specialis derogat leg generali.
Asas Lex Specialis Derogat Leg Generali dalam Pidana
Dalam pidana, terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai asas lex specialis derogat legi generalis. Kita dapat melihatnya dalam ketentuan Pasal 63 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berbunyi:
“Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana ↗ yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.”
Sebagai contoh terdapat sebuah kasus pencemaran nama baik. Dalam KUHP diatur melalui Pasal 310.
Menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum. Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis.
Namun, setelah berlakunya Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), pencemaran nama baik menjadi lex spesialis.
Pencemaran nama baik diatur dalam ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE, yang berbunyi : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
Asas Lex Specialis Derogat Leg Generali dalam Tata Usaha Negara
Bukan hanya dalam pidana yang menerapkan asas ↗ lex spesialis ini. Akan tetapi juga dalam hukum administrasi khususnya tata usaha negara.
Dalam ketentuan Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara misalnya, menentukan bahwa:
“Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan ↗ Penolakan”.
Namun kemudian, berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP), ketentuan di atas menjadi lex generali. Sebab, ketentuan UU AP adalah lex specialis—yang terdapat pengaturan tentang jangka waktu mengeluarkan keputusan.
Dalam hal lain, ketentuan Pasal 1 angka 18, Pasal 75 ayat (1), dan Pasal 76 UU AP menjadi lex specialis dari Ketentuan Pasal 48 dan Pasal 51 UU Peratun mengenai upaya administratif ↗.
Baca Juga: 12 Asas dalam PTUN yang Paling Dikenal ↗
Penerapan Asas Lex Specialis Derogat Leg Generali dalam Yurisprudensi
Sebagaimana disampaikan di atas, artikel ini juga akan mengurai putusan pengadilan yang menerapkan asas lex specialis derogat leg generali.
Putusan Nomor 13/B/PK/PJK/2013
Yurisprudensi ↗ Putusan Nomor 13/B/PK/PJK/2013, tanggal 2 April 2013 memberikan kaidah hukum berupa ketentuan yang ada di dalam Kontrak Karya merupakan Lex Specialis dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Pengadilan, Kontrak Karya merupakan Lex Specialis dari ketentuan umum yang berlaku. Dalam perkara tersebut, PT Newmont Nusa Tenggara keberatan dengan ketetapan pajak yang dikeluarkan oleh Pemda NTB terkait Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Jenis Alat-alat Berat dan Besar.
Pajak tersebut tidak diatur dalam KK, tetapi diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lahir setelah adanya KK.
Penutup
Telah kita ketahui definisi asas lex specialis derogat leg generali bahwa suatu peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus mengesampingkan ketentuan perundang-undangan yang bersifat umum.
Demikian. Semoga bermanfaat.
Baca Juga: Mengenal Asas Presumptio Iustae Causa ↗
[1] Bagir Manan, Hukum Positif Indonesia, Yogyakarta: 2004., hlm., 56.