Last Updated: 08 Mar 2022, 11:39 pm
Setiap tindakan pejabat pemerintahan, mesti ada dasarnya. Selain berdasarkan peraturan perundang-undangan ↗, juga mempedomani asas-asas umum pemerintahan yang baik ↗. Kewenangan Mensesneg misalnya, telah diatur sedemikian rupa.
Apabila tidak ada peraturan perundangan yang mengatur kewenangan badan/pejabat tersebut, maka tidak boleh bertindak di luar batas. Sehingga sumber kewenangan ↗ pejabat harus berasal dari salah satu yaitu delegasi, mandat, atau atribusi.
Mengenai kewenangan Mensesneg, artikel kali ini membahas khusus hal tersebut. Menteri Sekretaris Negara adalah Pimpinan dari Kementerian Sekretariat Negara.
Maksudnya bagaimana?
Maksudnya adalah, saya mencoba mengaitkan pertanyaan sebagaimana dalam judul dengan produk perundang-undangan.
Sehingga kita akan mengetahui mengenai kewenangan Mensesneg, yang mengatur administrasi negara menandatangani Surat Kuasa Khusus. SKK dimaksud adalah dalam Perkara Perdata ↗ dan Tata Usaha Negara.
Untuk itu, mari kita simak ulasannya berikut ini!
Daftar Isi
Kewenangan Mensesneg Mewakili Presiden dalam Menandatangani Surat Kuasa
Sebelum membahas kewenangan Mensesneg mewakili Presiden dalam menandatangani surat kuasa khusus, terlebih dahulu membahas apa itu Menteri Sekretaris Negara.
Apa itu Menteri Sekretaris Negara?
Kementerian Sekretriat Negara salah lembaga negara ↗ yang ada di Indonesia. Kementerian ini dipimpin oleh Menteri Sekretaris Negara, yang selanjutnya disingkat Mensesneg.
Menteri Sekretaris Negara ini dahulu disebut sebagai Sekretariat Negara Republik Indonesia (Setneg). Kementerian ini berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Mengutip laman Setneg.go.id ↗, sejak awal dibentuknya hingga sekarang, tugas Kementerian Sekretariat Negara pada umumnya adalah memberikan dukungan teknis, administrasi, dan analisis kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan Negara.
Setelah kita mengetahui apa itu Mensesneg, kita beralih membahas apa itu surat kuasa khusus.
Apa itu Surat Kuasa Khusus?
Dalam artikel Cara Membuat Surat Kuasa di Pengadilan TUN ↗, saya sudah menjelaskan mengenai pengertian Surat Kuasa Khusus.
Dalam ketentuan Pasal 1795 KUH Perdata menentukan:
“Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan pemberi kuasa”.
Surat kuasa khusus ini dibuat hanya melakukan perbuatan tertentu saja yang dicantumkan dalam surat tersebut. Oleh karena hanya melakukan suatu perbuatan tertentu saja, maka disebut sebagai khusus.
Fatwa Mahkamah Agung Nomor 77//KMA/HK.01/VII/2018
Pada Juli 2018, Mensesneg melayangkan surat yang ditujukan kepada Ketua Mahkamah Agung. Surat tersebut mengenai permohonan fatwa penandatanganan Surat Kuasa Khusus Presiden dalam Penanganan Gugatan Perkara Perdata dan Tata Usaha Negara ↗.
Mahkamah Agung dalam Suratnya Nomor 77/KMA/HK.01/VII/2018, tanggal 20 Juli 2018 menegaskan beberapa hal:
Pertama, Presiden telah menerbitkan Perpres Nomor 100 Tahun 2016. Perpres tersebut mengatur tentang Penanganan judicial review ↗ Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi dan Peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang di Mahkamah Agung.
Kedua, di dalam peraturan tersebut, secara spesifik mengatur penandatanganan surat kuasa khusus Presiden yang dimandatkan kepada Menteri Sekretaris Negara hanya untuk permohonan uji materi peraturan perundang-undangan.
Ketiga, Mahkamah Agung memberikan fatwa, Perpres Nomor 100 tahun 2016, hendaknya disesuaikan dengan peraturan yang baru. Maksudnya adalah, surat kuasa khusus bukan hanya untuk pengujian peraturan perundang-undangan. Akan tetapi mencakup juga perkara Perdata dan Tata Usaha Negara ↗.
Untuk itu, MA memberikan saran agar membuat peraturan baru.
Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2020
Peraturan Presiden Nomor 100 tahun 2016—dalam penandatangan kuasa bersifat terbatas. Untuk itu, Presiden kembali menerbitkan Perpres tentang Surat Kuasa Khusus dalam Penanganan Gugatan Perdata dan Tata Usaha Negara terhadap Presiden.
Munculnya Perpres ini dilatarbelakangi oleh hak warga negara ↗ atau badan hukum perdata. Keduanya mempunyai hak untuk mengajukan gugatan kepada Presiden guna mencari keadilan dan kepastian hukum.
Sehingga, untuk mewujudkan efektivitas penanganan gugatan perdata dan gugatan tata usaha negara terhadap Presiden, perlu dilakukan penunjukan kuasa Presiden guna mewakili dalam pelaksanaan persidangan.
Kuasa dimaksud, bisa kita lihat dalam Perpres tersebut. Surat Kuasa Khusus adalah surat yang berisi pemberian kuasa khusus kepada Jaksa Agung untuk mewakili Presiden dalam menangani gugatan perdata dan gugatan tata usaha negara di Pengadilan.[1]
Kewenangan Mensesneg dalam Menandatangani Surat Kuasa Khusus
Poin penting dalam artikel ini adalah kewenangan mensesneg dalam menandatangani surat kuasa khusus.
Di atas telah disebutkan bahwa Menteri hanya diberikan mandat menandatangani kuasa ketika ada pengujian produk perundang-undangan di Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi. Kewenangan tersebut diberikan berdasarkan Perpres 100/2016.
Apabila mencermati lebih dalam ketentuan terbaru ini, maka ada perluasan kewenangan Mensesneg. Hal ini dapat kita lihat dalam Pasal 2.
Ayat (1). Dalam penanganan gugatan perdata dan gugatan tata usaha negara ↗ kepada Presiden, Presiden dapat memberi mandat kepada Menteri untuk menerbitkan Surat Kuasa Khusus.
Ayat (2). Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Jaksa Agung.
Ayat (3). Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dengan hak substitusi.
Ayat (4). Pemberian mandat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Kemudian dari Surat Kuasa tersebut, Jaksa Agung kembali memberikan kuasa substitusi kepada pejabat di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia.
Surat Kuasa khusus dimaksud diberikan dengan dasar adanya gugatan surat pemberitahuan yang disampaikan oleh Pengadilan ↗.
Simpulan
Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa terdapat kewenangan Mensesneg dalam menandatangani Surat Kuasa Khusus dalam perkara Perdata dan TUN ↗.
Surat Kuasa Khusus tersebut kemudian diberikan kepada Jaksa Agung.
Demikian. Semoga bermanfaat.
[1] Lihat Pasal 1 ayat (2) Perpres Nomor 17 Tahun 2020.