Last Updated: 25 Feb 2022, 11:21 pm
Penetapan ahli waris ↗ dibutuhkan untuk mengetahui siapa saja ahli waris atau para ahli waris. Di samping itu, dapat juga ditentukan bagian-bagian waris yang didapatkan masing-masing ahli waris.
Namun pertanyaannya, di mana penetapan ahli waris diajukan? Apakah ke kantor Kecamatan? Atau ke Pengadilan? Kalau ke pengadilan, pengadilan ↗ mana hendak diajukan?
Apabila Anda sedang mencari informasi tentang di mana penetapan ahli waris diajukan, sudah tepat membaca artikel ini. Sebab, tulisan ini hendak menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas.
Untuk itu, sebelum membahas pokok pertanyaan, sebaiknya mengetahui terlebih dahulu apa saja unsur-unsur dalam kewarisan.
Daftar Isi
Unsur-unsur Kewarisan
Sebelum membahas di mana penetapan ahli waris diajukan, perlu kiranya membahas tentang unsur-unsur kewarisan. Setidaknya terdapat tiga unsur kewarisan ↗ antara lain:
1. Adanya Pewaris
Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan[1]. Dari definisi ini, dapat diartikan bahwa apabila seorang masih hidup, tidak dapat disebut sebagai pewaris.
2. Adanya Ahli Waris
Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris[2].
3. Adanya Harta Warisan
Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat[3]. Dengan kata lain, harta warisan ↗ adalah semua harta benda yang ditinggalkan oleh pewaris baik harga benda itu sudah dibagi maupun sudah dibagi.
Mengenai harta waris juga terdiri dari beberapa jenis, yaitu harta asal, hibah, atau harta yang berasal selama perkawinan berlangsung (harta bersama).
Di Mana Penetapan Ahli Waris Diajukan?
Lantas, di mana penetapan ahli waris diajukan? Untuk membahas itu, tentu saja berpijak pada pengaturan kewarisan.
Pengaturan tentang waris, selain terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), juga diatur melalui Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (UU Peradilan Agama).
Pengaturan terkait waris yang dimaksud dalam UU Peradilan Agama adalah mengenai kewenangan absolut pengadilan. Hal ini dapat kita lihat melalui ketentuan Pasal 49 UU Peradilan Agama, yang berbunyi:
Pengadilan Agama ↗ bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
- perkawinan ↗;
- waris;
- wasiat;
- hibah;
- wakaf;
- zakat;
- infaq;
- shadaqah; dan
- ekonomi syari’ah
Yang dimaksud dengan “waris” adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris[4].
Dapat kita simpulkan bahwa pertanyaan di mana penetapan ahli waris diajukan telah terjawab yaitu khusus beragama Islam, perkara waris diajukan melalui Pengadilan Agama.
Muhamad Choirudin[5] dalam artikelnya “Mencermati Ketentuan Dasar Perkara Waris dalam Undang-undang ↗ (Telaah Terhadap Formula Prosedural Waris dalam Undang-undang)” berpendapat terkait dengan penjelasan Pasal 49 di atas:
“Secara eksplisit mengandung dua macam prosedur penyelesaian perkara waris:”
- Waris dalam hal penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut,
- Waris dalam hal penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris.
Menurutnya, redaksi poin pertama di atas, selain menentukan siapa yang menjadi ahli waris, ditentukan pula mengenai harta peninggalan, bagian masing-masing ahli waris “dan” melaksanakan pembagian harta peninggalan.
Penetapan Ahli Waris di Pengadilan Agama
Telah terurai di atas, bahwa kompetensi absolut memeriksa dan mengadili perkara waris bagi orang-orang yang beragama Islam adalah Pengadilan Agama. Produk yang dikeluarkan oleh pengadilan adalah penetapan ahli waris. Produk hukum tersebut tentu saja didasarkan pada permohonan yang diajukan oleh ahli waris dalam hal tidak terdapat sengketa.
Permohonan harus diajukan dengan surat permohonan yang ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama, tempat tinggal pemohon.
Bagi pemohon yang benar-benar tidak mampu membayar biaya perkara, dapat memanfaatkan akses layanan bantuan hukum ↗. Atau mengajukan permohonan secara langsung dengan melampirkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), dari Kelurahan atau Kepala Desa. Atau, dapat juga mengajukan bantuan hukum gratis ↗.
Bagaimana dengan Beragama Selain Islam?
Penjelasan di atas adalah terkait di mana penetapan ahli waris diajukan menurut mereka yang beragama Islam. Pertanyaannya, bagaimana dengan mereka yang beragama selain Islam? Apakah mengajukan permohonan ahli waris ke Pengadilan Agama?
Mengenai hal ini, saya mengutip Pengadilan Negeri Slawi ↗ bahwa:
“Permohonan untuk menetapkan seseorang atau beberapa orang adalah ahli waris almarhum, tidak dapat diajukan. Penetapan ahli waris dapat dikabulkan dalam suatu gugatan mengenai warisan almarhum”.
Masih dalam sumber yang sama menjelaskan bahwa untuk mengalihkan hak atas tanah, menghibahkan, mewakafkan, menjual, balik nama sebidang tanah dan rumah, yang semula tercatat atas nama almarhum atau almarhumah, cukup dilakukan:
- Bagi mereka yang berlaku Hukum Waris BW, dengan surat keterangan hak waris, yang dibuat oleh Notaris;
- Bagi mereka yang berlaku Hukum Waris Adat dengan surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh ahli waris yang bersangkutan sendiri, yang disaksikan oleh Lurah dan diketahui Camat dari desa dan kecamatan tempat tinggal almarhum;
- Bagi mereka yang berlaku Hukum Waris lain-lainnya, misalnya Warga Negara Indonesia keturunan India, dengan surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh Balai Harta Peninggalan (perhatikan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri, Direktur Jenderal Agraria, Kepala Direktorat Pendaftaran Tanah, u.b. Kepala Pembinaan Hukum, R. Soepandi, tertanggal 20 Desember 1969, No. Dpt/I12/63/12/69, yang terdapat dalam buku Tuntunan bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah, Dep. Dalam Negeri, Ditjen.-Agraria, halaman 85).
Selanjutnya, mengenai akta di bawah tangan tentang kewarisan, mereka membuat suatu surat pernyataan bahwa diri mereka adalah ahli waris, dan dengan menyebutkan kedudukan masing-masing dalam hubungan keluarga yang telah meninggal. Pernyataan yang dibuat tersebut dapat dimintakan untuk disahkan tanda tangannya oleh Notaris atau Ketua Pengadilan Negeri.
Penutup
Berdasarkan uraian di atas, pertanyaan di mana penetapan ahli waris diajukan telah terjawab yaitu di Pengadilan Agama bagi beragama Islam.
Permohonan penetapan ahli waris merupakan penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut.
Perlu dipahami bahwa perkara waris diajukan melalui permohonan ↗ penetapan ahli waris secara volunteer.
Demikian. Semoga bermanfaat.
[1] Lihat Ketentuan Pasal 171 huruf b Kompilasi Hukum Islam.
[2] Lihat Ketentuan Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam.
[3] Lihat Ketentuan Pasal 171 huruf e Kompilasi Hukum Islam.
[4] Lihat Penjelasan Pasal 49 huruf b UU Peradilan Agama.
[5] Lihat Artikel Muhamad Choirudin lebih lengkap pada halaman 6.